Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria

Ijin tinggal atau residence permit diperlukan ketika kita hendak tinggal di Austria selama

Beradaptasi dengan Day Care

Kolaborasi Orang tua, anak dan tim di masa awal menitipkan anak di daycare.

Mengenal kuman si biang penyakit

Apa itu patogen? Apa itu virulensi? Apa itu resistensi? Belajar tentang kuman yuk supaya kita tahu bagaimana mencegahnya

Dieser Sommerurlaub war....

abenteuerlich (adventurous)/anregend (stimulating)/ erstaunlich (amazing)/ ermüdend (tiring)/ bedrohlich (threatening

Toilet training untuk anak

Sharing pengalaman yuk bagaimana membuat si kecil supaya mau pergi ke toilet

Wednesday 12 April 2017

Mengajukan Visa Schengen untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria



Visa untuk mendampingi pasangan sekolah di Austria baru bisa diajukan setelah ijin tinggal (residence permit) kita di-approve (baca juga : Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria). Untuk mendampingi pasangan lebih dari enam bulan, maka jenis visa yang diajukan adalah Visa-D. Caranya jauh lebih simpel dibanding saat membuat residence permit.

Setelah mendapatkan konfirmasi dari Kedubes Austria bahwa residence permit sudah di-approve, selanjutnya tinggal membuat appointment online di website Kedubes Austria kapan kita bisa datang lagi untuk mengajukan pembuatan Visa-D. Daftar dokumen yang diperlukan sudah jelas sebenarnya di website Kedubes Austria. Dokumen-dokumen berikut ini yang saya setorkan waktu itu :

1. Formulir Visa-D (bisa di-download di website Kedubes Austria), yang sudah diisi lengkap dengan Bahasa Inggris atau Jerman.

2.  Paspor (dengan masa berlaku minimal masih 6 bulan semenjak hari pertama tiba di Austria, masih memiliki minimal dua lembar kosong, dan diterbitkan maksimal dalam sepuluh tahun terakhir).

3. Pas foto, saya menggunakan foto yang sama dengan foto untuk residence permit

4. Meldezetel pengundang (penjelasannya bisa dibaca ulang di tulisan saya tentang Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria) dan surat kontrak sewa rumah. Waktu itu saya juga menyetorkan surat undangan dari suami yang dikeluarkan oleh kantor kepolisian kota Leoben Austria, tapi ternyata untuk Visa D tidak perlu surat ini.

5. Bukti reservasi tiket pesawat (waktu itu saya menggunakan print out bukti sudah booking tiket, tapi yang belum dibayar. Saya baru benar-benar beli tiket setelah semua dokumen untuk visa masuk ke kedubes dan ada tanda-tanda “lampu hijau”)

6. Surat kontrak beasiswa pasangan

7. Rekening koran tabungan suami & istri tiga bulan terakhir (sama seperti yang digunakan untuk mengajukan residence permit)

8.   Buku nikah

9.  Akta lahir

10. Polis asuransi perjalanan (syarat dan daftar asuransi yang bisa digunakan ada di website Kedubes Austria), dulu saya pakai yang AXA

Seperti saat akan mengajukan residence permit, mengajukan Visa-D Austria waktu itu saya juga harus datang sendiri (karena ada prosedur scan sidik jari). Anak-anak dan bayi sekalipun juga dibuatkan visa nya. Anak saya waktu itu tidak perlu ikut datang ke kedubes Austria karena masih berumur satu tahun, tidak perlu scan sidik jari.

Biayanya yang diperlukan juga sudah ada sih di website-nya. Diintip di sana saja ya hihi. Yang jelas anak-anak umur 0-6 tahun Alhamdulillah masih gratis. Nah jangan lupa perlu cash pas untuk membayarnya.

Pertanyaan wajib dari teman-teman biasanya ini : Berapa lama Visa nya jadi? Nah ini agak susah dijawab ya, soalnya dulu ga dikasih tenggat waktu pastinya. Tapi kalau ga salah, ga sampai sebulan dan itu tepat banget sehari sebelum tanggal berangkat yang saya setorkan di bukti booking tiket (sesuai saran suami, tanggalnya dimajukan dari yang sebenarnya). Itupun suami datang langsung ke Kedubes Austria sebelum ada konfirmasi bahwa visa sudah jadi (suami sengaja pulang ke Indonesia untuk menjemput anak istrinya sekalian ada urusan lain di Indonesia).

Omong-omong, Alhamdulillah ya, visa Austria itu juga Visa Schengen, jadi bisa dipakai untuk mengunjungi semua negara Schengen (25 negara di Eropa) tanpa harus bikin visa lagi. Tinggal berdoa aja mudah-mudahan ada rejekinya. Hehehe...

Peter Turner Park, Leoben 10.04.2017

Baca juga : Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di AustriaDay Care di LeobenHendak ke Luar Negeri Perlukah Vaksinasi TBECatatan Perjalanan Menjangkau Hannover dari Leoben

Share:

Monday 10 April 2017

Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria

Aufenthaltstitel alias kartu rsidence permit Austria

Ijin tinggal atau residence permit diperlukan ketika kita hendak tinggal di Austria selama lebih dari enam bulan. Misalnya seperti saya, tinggal di Austria lebih dari enam bulan untuk mendampingi suami sekolah. Residence permit merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan visa Schengen Austria. Setelah residence permit jadi, barulah kita bisa mengajukan visa.

Residece permit saya baru bisa diurus setelah suami mendapatkan ijin tinggal terlebih dahulu di Austria. Karena mengurusnya butuh waktu berbulan-bulan, maka mau tidak mau ya suami saya berangkat duluan ke Austria. Saya menyusul sekitar sembilan bulan sesudahnya.

Bagaimana cara mengajukan residence permit Austria? Mudah sih sebenarnya, asalkan semua dokumen persyaratannya lengkap dan yang terpenting saldo total dalam rekening pasangan jika digabungkan mencukupi. Hehe. Selebihnya, tinggal perlu punya stok telaten, sabar, tawakal, waktu, dan energi yang banyak saja.

Flowchart nyaa.. jadi jelas atau malah pusing? XD

Memangnya berapa saldo yang diperlukan? Informasi yang saya dapatkan dari petugas loket pengajuan residence permit di kantor kedubes Austria Jakarta waktu saya hendak mengajukan residence permit, saldo rekening disiapkan saja sebanyak-banyaknya, rekening koran berdua (suami dan istri) disiapin semuanya, semakin banyak semakin besar peluangnya di-approve. Eaa.. terimakasih sarannya, memang betul sih, masalahnya kalau saldonya pas-pasan gimana dong mbak? Ahaha..

Karena kami gagal paham dengan jawaban ini, akhirnya suami saya pun bertanya langsung ke kantor kependudukan (Bezirk) di Leoben Austria. Dari sana kami mendapat pencerahan. Pada intinya, pasangan yang hendak berkumpul (tinggal) dengan suami atau istrinya di Austria, perlu menyiapkan dana di rekening untuk menjamin hidupnya minimal sampai masa berlaku residence permit habis, yaitu satu tahun. Dana ini tidak harus berbentuk saldo di rekening seluruhnya, namun bisa juga dalam bentuk “penjaminan” berupa surat kontrak beasiswa dengan instansi/ perusahaan di Austria. Dalam surat kontrak tersebut harus disebutkan berapa nominal penghasilan netto per bulan atau per tahun suami dan lama waktu kontrak. Jika ternyata nominal penghasilan netto satu tahun kurang dari nominal dana minimal yang disyaratkan, maka kekurangannya itulah yang harus disediakan di rekening pasangan suami istri (digabung, boleh rekening Austria ataupun Indonesia), tapi sebaiknya dilebihkan barang sedikit (jangan pas-pas amat). Nominal yang disyaratkan ini ternyata bisa berbeda-beda, tergantung jumlah anggota keluarga yang ikut tinggal di Austria.

Pada saat saya mengajukan residence permit tahun 2015, hingga saat ini tahun 2017, syaratnya kurang lebih ya, pastinya agak lupa euy, dihitung untuk pengundang per bulan sekitar EUR 900, orang dewasa yang ikut tinggal (pasangan misalnya) EUR 350, anak-anak EUR 150 per anak. Jadi tinggal dihitung sesuai kebutuhan masing-masing, ditotal per-bulannya, kemudian dikurangi kontrak beasiswa per-bulan, lalu dikalikan 12 (jumlah bulan dalam satu tahun). Itu adalah saldo minimal yang sebaiknya ada di tabungan, tapi sebaiknya dilebihkan.

Kekurangan dana yang harus kita sediakan di rekening tersebut, sebaiknya sudah mengendap selama minimal tiga bulan sebelum aplikasi residence permit diajukan. Ini dibuktikan dengan rekening koran dari Bank. Waktu itu saya tidak perlu Bank Statement

Setiap kita akan memperpanjang residence permit, dana tersebut juga harus ada di rekening kita. Sebagai catatan, masa berlaku residence permit normalnya satu tahun. Tapi pada teknisnya bisa berubah menjadi lebih pendek mengikuti masa berlaku residence permit pengundang. Jadi misalnya, suami saya residence permit-nya pertama kali dikeluarkan pada Januari 2015. Maka satu tahun kemudian, yaitu Januari 2016 harus diperpanjang (ini jelaslah ya). Nah, residence permit saya dikeluarkan bulan September 2015, maka seharusnya habis September 2016 kan.. tapi tidak begitu kenyataannya. Karena masa berlakunya mengikuti milik suami (pengundang), jadi bulan Januari 2016 residence permit saya jadi harus diperpanjang juga. Dengan kata lain masa berlakunya tereduksi menjadi hanya 4 bulan saja.

Pengurangan masa berlaku residence permit juga bisa terjadi karena masa berlaku paspor habis sebelum masa berlaku residence permit yang seharusnya habis. Misal, tahun depan Januari seharusnya residence permit saya baru habis masa berlakunya, tetapi paspor saya sudah akan habis masa berlakunya pada bulan Agustus tahun ini. Maka otomatis residence permit saya hanya berlaku hingga Agustus tahun ini dan bulan Agustus nanti harus diperpanjang lagi sampai Januari tahun depan kalau saya masih mau tinggal di Austria ini. Omong-omong, harga perpanjangannya normal ya, ga ada diskon. Huhu.

Selain surat kontrak kerja atau beasiswa dan rekening koran, dokumen apa saja yang perlu disiapkan?

Pada waktu itu saya perlu menyerahkan (tertulis juga di website kedubes Austria):

1. Akte lahir, asli dan dilegalisasi Depkumham & Deplu, serta terjemahan yang juga dilegalisasi Depkumham & Deplu

2. Buku nikah, asli dan dilegalisasi Depkumham & Deplu, serta terjemahan yang juga dilegalisasi Depkumham & Deplu

3. SKCK yang masih berlaku dari Polda sesuai KTP kita, asli dan dilegalisasi Depkumham & Deplu, serta terjemahan yang juga dilegalisasi Depkumham & Deplu

4. Fotokopi paspor (bagian yang ada data diri kita, difotokopi satu halaman HVS jangan dipotong)

5. Satu pas foto dengan kriteria yang sama dengan kriteria foto untuk paspor, atau klik ini. Saya bawa lebih dari satu foto untuk jaga-jaga

6. Surat bukti tempat tinggal pengundang di Austria (Meldezettel) à ini biasanya diajukan oleh pengudang setelah dirinya sampai di Austria. Diajukannya di balai kota setempat (Rathaus).

7. Surat kontrak sewa rumah

8. Bukti asuransi kesehatan di Austria milik pengundang (scan kartu asuransi/ e-card dan polis, lalu print)

9. Kartu residence permit milik pengundang, scan lalu print

10. Formulir yang sudah diisi lengkap dengan bahasa Inggris atau Bahasa Jerman. Formulir bisa di download sendiri di website kedubes Austria.

Nah, yang penting untuk diketahui adalah akte lahir, buku nikah, dan SKCK harus dilegalisasi dahulu oleh Depkumham, Deplu, dan kedubes Austria, lalu di-translate oleh penerjemah tersumpah ke Bahasa Jerman. Hasil translate-nya dilegalisasi juga oleh Depkumham, Deplu, dan Kedubes Austria. Proses ini lumayan memakan waktu, hmm rasanya ada kalau satu bulan sendiri. Tapi untuk yang legalisasi translate-an di Kedubes Austria, bisa dilakukan terakhir bersamaan dengan kita memasukkan aplikasi untuk pengajuan residence permit.

Siapa penerjemah tersumpahnya? Saya dulu ke Bapak Robani, beliau reputable dan berlokasi di Jakarta Selatan. Tapi kita tidak harus datang langsung ke kantornya, cukup telepon, menanyakan biayanya, lalu minta alamat untuk pengiriman dokumennya (kirimkan dengan asuransi). Nomor kontaknya ada di sini. Di situ ada juga daftar penerjemah tersumpah lainnya.

Kalau tidak salah perlembar berapa ya.. aduh lupa.. tapi berapa ratus ribuan kok. Waktu itu saya tinggal di Jawa Tengah dan kebetulan ada teman di Jakarta yang bisa dimintai tolong, jadi teman saya itu datang dan menjemput langsung dokumennya ke kantor penerjemah tersumpahnya itu. Alhamdulillah, semoga dia mendapat kebaikan yang banyak dari Allah.

Setelah semua dokumen dan dana siap, buat appointment online melalui website kedubes Austria. Jangan sampai berangkat ke kedubes tanpa membuat appointment online, karena appointment harus dilakukan maksimal sehari sebelumnya. Jangan lupa pada saat mengajukan legalisasi di kedubes, sediakan uang cash, sebaiknya uang pas, karena kalau tidak ada kembalian ya kita harus ikhlas. Waktu itu di sana tidak menerima pembayaran dengan kartu debit.

Apakah kita harus datang sendiri ke Kedubes atau bisa diwakilkan? Dulu waktu saya mengajukan, ya, saya harus datang sendiri ke kedubes pada saat mengajukan aplikasi residence permit sambil membawa semua dokumen. Karena seingat saya, scan sidik jari kita diperlukan di sana. Untuk urusan legalisasi dan terjemahan bisa diwakilkan.

Apakah anak-anak juga dibuatkan residence permit juga? Iya, anak-anak atau bayi sekalipun tetap dibuatkan ya. Anak saya berumur satu tahun waktu itu. Dia juga memiliki kartu residence permit yang sama dengan saya, atas nama dirinya sendiri. Syaratnya sama. Cuma karena masih bayi, scan sidik jari dan SKCK nya tidak diperlukan, jadi dia tidak perlu ikut datang ke kedubes. Batas usia anak berapakah yang tidak perlu datang langsung, nah itu saya ga tau. Ehe..

Apakah ada syarat luas rumah? Ohya, soal rumah. Ternyata ada peraturannya luas minimal rumah untuk tinggal, katanya minimal 12 m persegi per orang yang tinggal di rumah tersebut. Waktu itu ukuran rumah kontrakan kami hanya 30 m persegi dan ditinggali oleh saya, suami, dan anak kami yang masih berumur satu tahun. Sempat dipertanyakan juga, tapi akhirnya diloloskan juga karena kami beranggapan anak kami masih kecil dan tidak akan tinggal lama ini di Austria. Fyi, saya tidak merekomendasikan rumah yang "terlalu padat" seperti itu ya, karena ternyata kondisi kelembaban rumah jadi tidak sehat terutama pada saat musim dingin. Tentu bentuk, struktur bangunan, dan lokasi juga menentukan ya, tapi kalau bisa jangan "terlalu padat" deh. Pada akhirnya kami sekarang sudah pindah ke apartemen yang sedikit lebih luas untuk kami bertiga. Alhamdulillah  XD

Sejak semua dokumen kita masuk ke kedubes Austria, berapa lama residence permit kita akan keluar? Berapa ya, rasanya ada kalau satu bulan. Hehe saya lupa pastinya. Jadi semua dokumen kita itu dikirimkan ke Austria oleh kedubes Austria Jakarta. Bezirk Austria yang akan melakukan penilaian dan memberikan keputusan apakah pengajuan kita di-approve atau ada yang kurang. Waktu itu saya rajin mengonfirmasi via telepon ke kedubes Austria di Jakarta, rasanya setiap satu minggu ya kalau tidak salah. Setelah mendapatkan kabar bahwa dokumen kita sudah sampai di Bezirk Austria, suami saya menanyakan langsung keputusannya apakah bisa di-approve via email ke petugas Bezirk Leoben. Tidak berapa lama, approval-nya pun keluar. Alhamdulillah.

Setelah mendapatkan email approval dari Bezirk, sekitar beberapa hari kemudian, saya menghubungi kedubes Austria di Jakarta untuk mengonfirmasi, apakah saya sudah bisa mengajukan visa. Petugas di kedubes akan menginfokan mulai kapan kita bisa mengajukan visa.


Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan gambaran ya, buat siapa saja yang membutuhkan info ini. Selamat berjuang dan semoga sukses! J

Salam dari Leoben,

Share:

Tuesday 4 April 2017

Catatan Perjalanan Bapak Siaga, Bumil, dan Batita Menjangkau Hannover dari Leoben

Hari yang dinanti tiba. Kami sekeluarga jadi melancong ke Hannover. Bukaaan.. bukan buat jalan-jalan tujuan utamanya. Tapi konferensi suami saya. Pak suami direkomendasi oleh pembimbing tesisnya untuk ikut dalam konferensi geologis di Hannover pada awal Maret 2017 lalu. Biaya transportasi dan akomodasi akan di-reimburse, tapi syaratnya PP naik kereta pakai vorteilscard (kartu diskon tiket kereta Austria). Suami saya bilang ke pembimbingnya kalau dia punyanya vorteilscard family, diskonnya baru berlaku kalau bepergian bersama anak. Eladalah rejeki anak, pak pembimbing bilang, “Ya udah, ajak aja istri sama anakmu...”

Alhamdulillah... bisa ngekor.. ngebolang berdua sama anak di Hannover (selagi suami konferensi). Nikmat-Nya mana yang hendak kau dustakan... (ngomong di depan kaca).

Leoben dan Hannover, dua kota di dua negara yang bersebelahan, Austria dan Jerman. Jaraknya kira-kira 900-an km atau setara dengan Bandung-Malang. Ditempuh dengan kereta perlu waktu sekitar 12,5 jam perjalanan totalnya di atas kereta. Tapi karena tidak ada kereta langsung ke Hannover dari Leoben, dan adanya dari Wina yang terdekat, ya jadi kami ke Wina dulu. Naik kereta dari Leoben ke Wina sekitar 2,5 jam, lanjut dari Wina ke Hannover 10 jam-an.

Di Austria, tiket kereta yang kita beli biasanya belum termasuk reservasi kursi. Kita harus membayar ekstra untuk reservasi kursi. Tapi dari Leoben ke Wina kami tidak perlu reservasi kursi karena biasanya banyak kursi yang nganggur. Hehehe.. terutama di bagian gerbong yang ada fasilitas kino alias bioskop mini untuk anak-anak. Gerbong ini biasanya letaknya di ujung paling belakang atau paling depan kereta, ada area parkir stroller-nya juga di dalam gerbong.

Nunggu kereta di stasiun Leoben. Stasiunnya kecil ya, namanya juga di kota kecil. Tapi untuk ukuran kota kecil, stasiunnya cukup hi-tech dan ramah stroller, kursi roda dan sepeda.

Dari Wina ke Hannover kami naik City Night Jet, alias kereta malam milik OeBB (KAI-nya Austria). Kami pilih kereta malam dari Wina ke Hannover, tujuannya untuk menyamakan dengan jam tidur anak, menghindari sebanyak mungkin anak bosan di dalam kereta.  Untuk kereta yang ini, kami sudah reservasi kursi sekaligus saat membeli tiket, karena perjalanan panjang, bisa mati gaya kan kalau sampai tidak dapat kursi. Kami pesan tiga kursi termasuk untuk anak kami, meskipun demikian untuk anak kami masih gratis karena umurnya masih 27 bulan. Alhamdulillah.

Makan malam di stasiun Wien-Meidling Wina, makan Kebap box di ruang tunggu. Enyaak.. dan insya Allah halal :)
Makanan habis, kereta belum datang. "Bapak siaga" membunuh waktu dengan nemenin anak menggambar bebas. Batita kami yang dasarnya memang suka sekali menggambar jadi 'anteng'. Bumil jagain barang bawaan sambil duduk di kursi khusus lansia, bumil, dan difable, yang juga merupakan satu-satunya kursi tunggu pakai busa. Wkwkwk.

Kami mendapatkan kursi di dalam kompartemen di kereta dari Wina ke Hannover, semacam kompartemen di kereta menuju Hogwarts dalam cerita Harry Potter. Dalam setiap satu kompartemen ada enam kursi. Pada saat akan masuk, di samping pintu setiap kompartemen tertulis kursi mana saja yang sudah dipesan dan dari stasiun mana pemesan kursi akan naik, juga di mana mereka akan turun. Informatif. Buat kami, ini berguna banget buat mengatur strategi invasi kursi orang lain dengan tenang. Hihihi...

Di kompartemen kami, tiga kursi untuk kami, dua kursi untuk orang lain yang naik dari stasiun lain di perbatasan dengan Jerman, dan satunya kosong. Tapi ternyata.. dua orang lainnya itu tidak datang. Yeyeyy jadi kami bisa pakai semua kursinya. Semua kursi bisa ditarik maju sehingga saling berimpitan membentuk seperti kasur. Kami bertiga bisa tidur selonjoran sepanjang perjalanan. Meskipun hanya anak kami yang benar-benar bisa tidur. Hahhaa.. Di tengah malam, memasuki stasiun pertama di Jerman setelah melewati perbatasan dengan Austria, kereta berhenti untuk pengecekan kartu identitas dan passpor penumpang oleh polisi Jerman. Yaaa paling tidak kami bisa selonjoran sepanjang perjalanan dan anak tidak rewel sudah Alhamdulillah. Sebelumnya sudah siap-siap mental, dikira bakal semalaman duduk sambil mangku anak supaya bisa tidur. Hihi..

Kursinya depan-depanan semuanya bisa ditarik maju, berimpitan. Kebetulan yang di foto ini belum selesai ditarik, lumayan sudah bisa dipakai selonjoran :D 
Barang bawaan kami. Kata teman-teman di Hannover, bawaan kita dikit banget untuk ukuran travelling 7 hari 6 malam satu keluarga. Satu ransel besar untuk perlengkapan selama di Hannover, dua tas ransel kecil berisi barang-barang kebutuhan selama perjalanan, seperti diaper, cemilan, dkk.
Kereta kami berangkat sekitar pukul sembilan malam dari Wina, dan tiba di Hanover Hauptbahnhof (stasiun kereta utama di Hannover) sekitar pukul tujuh pagi. Kami bergegas mencari tempat sarapan karena bumil (yang adalah saya sendiri) butuh pertolongan hahaha.. morning sickness datang euy... tapi alhamdulillah ga hoek hoek, hanya mual dan sendawa-sendawa saja seperti orang masuk angin. Untungnya kami bawa ini :

Minyak kayu putih tak lupa saya bawa ke mana-mana setiap bepergian menginap bersama anak

Waktu itu kami hanya mendapati McD, tempat makan yang rasanya akan cocok di lidah. Yang lainnya roti atau per-babi-an.. bumil solehah (aamiin) lagi picky, ga mau makan roti dan tentu cari yang halal. Tapi sayangnya McD ada di lantai dua, dan untuk ke sana harus naik tangga.... lah.. batita kami lagi tidur di stroller, rasanya ga mungkin ya harus diangkat naik tangga setinggi itu bersama strollernya.

Ya sudah.. walhasil kami berjalan menyusuri lorong di lantai bawahnya, dan ternyata lorong itu adalah mall yang ada di bawah jalan raya saudara-saudaraa... mantap jiwa Hannover ini tata ruangnya..! Mall ini menghubungkan stasiun utama Hannover dengan stasiun trem Kroepcke. Di tengah-tengah mall antara stasiun utama Hannover dan stasiun trem Kropcke kami menemukan KFC. Yeayyy i miss you so much.. serius restoran ayam yang ga ada di Leoben ini ngangenin banget, yang padahal kalau di Indonesia mah saya sama suami ga suka makan di sana. Wkwkw.. dalam keadaan kepepet, kami baru pilih makan ayam di semacam KFC dan McD di Eropa biasanya sih. di Wina ada KFC dan jual nasi juga... ternyata KFC di Hannover ga jual nasi euy. Oh.. ya sudahlah.. jadi bule dulu ya kita... sarapan kentang. Tapi bumil yang juga punya batita ini sudah siap amunisi apel (dan pisau) juga susu kotak dong.hehehe mengurangi rasa bersalah karena makan fast food.

Ini yang saya bilang, lantai basement-nya mall, lantai atasnya jalan raya biasa (dan city walk juga). Foto ini diambil malam harinya, waktu kami mampir lagi ke sini.

Nah ini penampakan di siang hari, dari area city walk nya. Gedung yang ada labelnya "DB" (KAI-nya Jerman) di belakang patung berkuda itu adalah pintu masuk stasiun utama Hannover. Mall yang di basement-nya itu, menghubungkan stasiun utama Hannover dan stasiun trem Kroepcke membentuk lorong bawah tanah.

Nantikan cerita kami selanjutnya tentang petualangan di Hannover ya! J




Share:

Disclaimer

Dear reader, Nothing is perfect, demikian juga konten di blog ini. Oleh karena itu, terimakasih untuk komentar, sharing, saran, kritik dan untuk kunjungannya ke blog saya, yang walaupun imperfect namun semoga bermanfaat. ♥ vidya ♥

Labels

Drop me a message

Name

Email *

Message *

Recent Posts

About me

Empat tahun mengenyam pendidikan S1 Sekolah Farmasi, saya melanjutkan Pendidikan Profesi Apoteker satu tahun. Alhamdulillah semuanya dilancarkan dan saya berkesempatan berkarya di dunia industri kosmetik setelah saya lulus Pendidikan Profesi. Tiga tahun berkiprah di dunia itu, saya memutuskan berhenti sementara dari dunia karir demi berkumpul dengan keluarga kecil di Leoben, Austria

Saya mengenal blog semenjak kuliah profesi. Saya memiliki blog pribadi dan bergabung menjadi author di www.apotekerbercerita.com. Sebelumnya saya hanya menumpahkan isi pikiran di diary. Namun saya baru menyadari kecintaan menulis justru setelah berada di Austria. Dengan menulis saya banyak membaca dan belajar, mengingat, belajar berkomunikasi, belajar bertanggung jawab dan akhirnya saya mengijinkan diri saya sedikit berbangga dan bahagia meskipun mungkin menurut orang itu biasa saja hihi. Saya merasa ada yang terobati setiap bisa menyelesaikan satu judul tulisan. Maka saya pikir tidak ada alasan untuk berhenti menulis.

Terimakasih kepada siapa saja yang sudah berkunjung, selamat membaca dan semoga konten webblog ini bisa bermanfaat.

Salam hangat,

Vidya