Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria

Ijin tinggal atau residence permit diperlukan ketika kita hendak tinggal di Austria selama

Beradaptasi dengan Day Care

Kolaborasi Orang tua, anak dan tim di masa awal menitipkan anak di daycare.

Mengenal kuman si biang penyakit

Apa itu patogen? Apa itu virulensi? Apa itu resistensi? Belajar tentang kuman yuk supaya kita tahu bagaimana mencegahnya

Dieser Sommerurlaub war....

abenteuerlich (adventurous)/anregend (stimulating)/ erstaunlich (amazing)/ ermüdend (tiring)/ bedrohlich (threatening

Toilet training untuk anak

Sharing pengalaman yuk bagaimana membuat si kecil supaya mau pergi ke toilet

Tuesday 10 May 2016

Muffin Biji Poppy

Resep ini saya dedikasikan terutama untuk teteh yang sudah bilang muffin nya enak, namanya teh Dini, ibu super dari tiga anak. Ketiga anaknya pernah mencicipi muffin ini. Selain mereka, suami dan anak saya juga bilang ini enak. Ingat.. jawaban paling jujur adalah yang keluar pertama dari mulut seorang anak kan.. muehehe. Syukurlah... jadi ada bahan buat diposting di blog #eh..
Resepnya saya dapatkan dari buku berbahasa Jerman "Kochen für Kinder" (Memasak untuk Anak-Anak). Muffin yang satu ini bisa untuk menu camilan atau sarapan baby >1 tahun. Karena di dalamnya sudah mengandung gula dan bentuknya sama seperti muffin pada umumnya. Tapi tenang saja Bun, gulanya ga banyak kok, lebih manis muffin pada umumnya dibanding muffin yang ini. Selain itu, sebagian rasa manisnya juga didapatkan dari buah apel. Kandungan nutrisinya juga komplit lho, Bun.. dalam sebuah muffin (kurang lebih 230 kcal) sudah terkandung karbohidrat, protein hewani, buah, sayur, minyak, dan susu. Cocok kan untuk camilan sehat.. bisa dikreasikan dengan topping keju parut juga bagi yang punya project menambah berat badan anaknya. Hehe.
Membuatnya juga cepat, dari mulai mencampur bahan-bahannya hingga matang hanya 30 menit. Ya total dengan timbang menimbang dan cuci-cuci sekitar 45 menitan lah.. Resep ini akan menghasilkan 12 muffin ukuran standar..
Yuk, mari disimak resepnya...
Bahan :
2 butir telor
125 gram gula halus
125 ml Rapsöl (raspen oil/ minyak nabati)
125 ml Buttermilk
200 gram biji Poppy
1 buah Apel kecil
1 sdm jus jeruk
400 gram tepung terigu protein
3 sdt munjung baking soda
12 Kertas Muffin

Cara membuat :
1. Panaskan oven dengan settingan suhu 180 derajat celcius.
2. Kocok telur dan gula bersamaan, kemudian tambahkan minyak nabati dan buttermilk.
3. Cuci apel, kupas, lalu parut. Campurkan parutan dengan jus jeruk.
4. Campurkan tepung dan baking soda, kemudian masukkan ke dalam adonan telur. Masukkan biji poppy dan apel yang telah dicampurlan dengan jus jeruk. Aduk hingga merata.
5. Masukkan kertas Muffin ke dalam cetakan. Masukkan adonan hingga penuh. Panggang dalam oven (suhu 160 derajat celcius) selama 20-25 menit.

Gampang kan, Bun...!? :)
Btw.. Muffin yang saya buat kan mengandung biji Poppy.. hasilnya agak pucat, Bun muffinnya.. Kalau mau jadi lebih cerah, bisa diganti dengan yang warnanya cerah kayak wortel. Oke, Bun..
Ini dia penampakannya muffin biji poppy... hohoho.. dibalik wajahnya yang pucat, muffin-muffin ini menyimpan rasa yang enyak-enyak-enyak kok Bun. Hahaha... Berdasarkan testimoni lho ya..
image
image
Ok, Bun.. selamat mencoba bagi yang berminat. Bunda yang sudah coba atau punya ide resep muffin buat baby dengan kreasi lain boleh lho share di-comment... :)

Intip resep lainnya di sini :

Share:

Monday 9 May 2016

Tinggal di Luar Negeri, Alasan Memasukkan Anak ke Playgroup

Tak terasa sudah satu bulan lebih anak saya memulai kehidupan siang barunya di playgroup. Masa-masa yang sangat sulit untuk adaptasi sudah dilalui. Kini dia tampak sangat menikmati hari-harinya di sana.
Keputusan memasukkan anak ke playgroup tidak dengan begitu mudahnya diambil. Saya bersama suami mendiskusikannya selama berbulan-bulan. Apalagi karena saya tidak terikat jam kerja. Jangankan bagi orang lain, bagi diri saya sendiri pun ini agak aneh. Berpuluh kali saya tanyakan pada diri saya sendiri sebelum mendaftarkan anak ke playgroup, "akankah menjadi keputusan yang tepat?" dan "apakah saya sudah benar-benar yakin?". Bahkan saya sempat menyesali keputusan itu di hari-hari pertama anak saya di playgroup.
Empat minggu berlalu, melihat perkembangan positif pada anak saya dan yang terpenting dia bahagia, saya menjadi lega. Saya menjadi lebih semangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pun saya tidak lagi menyesali keputusan itu. Bahkan jika perkembangan positif ini terus tampak hingga akhir semester, saya berharap semester depan anak saya bisa diperpanjang lagi di playgroup itu. Yang agak saya sesalkan hanyalah satu, kantong yang perlu dirogoh cukup dalam. Hahaha..
Karena alasan di atas juga, membuat saya ingin menceritakan pengalaman saya, dimulai dari kenapa memutuskan playgroup untuk anak, memilih playgroup, hingga sharing proses adaptasinya. Karena panjang, maka akan saya bagi-bagi menjadi beberapa postingan. Hehe. Membacanya bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Perasaan butuh untuk memasukkan anak ke playgroup dimulai sejak perbincangan sok serius saya dengan istri dari profesor yang membimbing suami saya dalam project doktoratnya. Saat itu saya mengalami krisis percaya diri. Hehe. Saya yang seorang ibu rumah tangga, ingin kembali meniti karir begitu kesempatan itu ada. Saya mengundurkan diri dari pekerjaan saya di bidang Farmasi semenjak saya dan anak menyusul suami saya yang sedang menempuh pendidikan doktorat di Austria. Mengurus sendirian, benar-benar sendirian (tanpa art maupun kerabat yang bisa dititipi anak barang sebentar) keluarga dan rumah dengan momongan berumur 1 tahun yang masih menyusui ternyata bukan hal mudah. Dua puluh empat jam dalam sehari tidak cukup untuk menyelesaikan pekerjaan ibu rumah tangga. Pun kalau ditambah, masih tidak cukup juga karena bertambahnya waktu linear dengan bertambahnya item pekerjaan. Hahaha. Apa yang tidak sempat terkerjakan? Yah.. cuma rumah yang pabalatak.. masakan istimewa yang terhidang rapih dan menarik di atas meja.. perawatan diri.. wkkw.. dan tentunya.. AKTUALISASI DIRI. Setiap orang yang pernah membesarkan sendiri anak dari bayi hingga balita semestinya mengerti kondisi ini ;)
Bagi saya aktualisasi diri penting. Meskipun andaikata saya tidak ingin kembali berkarir, sebagai seorang Ibu dan istri tentu tetap perlu mengaktualisasi diri sendiri. Aktualisasi bukan lagi sekedar keinginan, akan tetapi kebutuhan. Karena Ibu adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Peran Ibu tentu besar untuk masa depan anak-anaknya. Juga terhadap suami, seorang istri tentunya senang menua bersama suami yang hebat dan mendambakan memiliki keluarga yang harmonis. Ingat 'kan, pepatah di belakang seorang lelaki hebat selalu ada wanita yang (lebih) hebat, dan itu bisa berarti Ibu nya maupun Istrinya. Bagaimana cara mengaktualisasi diri itu tergantung pilihan masing-masing dan disesuakan dengan kondisi juga kebutuhan masing-masing, bisa dengan cara berkarir maupun tidak.
Tinggal di negara dengan bahasa ibu bukan bahasa familiar bagi saya merupakan satu tantangan yang menarik dan sekaligus menjadi motivasi. Di negara ini, orang berbahasa Jerman dan jarang yang mau menggunakan bahasa Inggris. Untuk bisa bekerja di sini pun saya harus fasih berbahasa Jerman dan pekerjaan jenis tertentu dibutuhkan sertifikat. Yah.. menamatkan kursusnya kira-kira akan membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga tahun saja bila lancar. Haha.. Tentu saja saya cukup tertarik mencoba peruntungan dari beasiswa yang bertebaran.. kemudian bersekolah lagi. Lalu kemudian.. menimbang.. mengingat.. di kota ini tidak ada pendidikan tinggi untuk jurusan di bidang saya (persis maupun yang nyerempet-nyerempet) dan yang terdekat ada di kota sebelah yang kira-kira 1,5 jam jarak tempuhnya menggunakan kereta.. dengan keluarga yang sangat memerlukan perhatian penuh saya sepertinya untuk saat ini masih belum memungkinkan. Maka simpan dulu untuk sementara keinginan itu dan mari berfokus pada hal yang lebih urgent dan feasible, yap, MARI BELAJAR BAHASA JERMAN.
Di sini ibu yang baru melahirkan sangat dihargai pekerjaannya sebagai ibu. Dua tahun pertama mereka berhak cuti dari karirnya, dan menjadi Karenz alias ibu yang tidak berkarir karena "bekerja full time di rumah" setelah melahirkan anak. Bahkan ayahnya juga berhak mengambil cuti juga maksimal tiga bulan untuk membantu istrinya. Dan juga.. mereka akan mendapatkan tunjangan dari pemerintah, sebagai kompensasi karena ibu menjadi Karenz. Nice, ya (tapi tidak perlu iri ya, ibu-ibu yang di negara lain berbeda kebijakannya, terutama di Indonesia karena situasinya tentu sangat berbeda).
Satu hal yang belum bisa saya mengerti adalah.. ketika ada seseorang perfeksionis yang menginginkan kondisi rumah orang lain selalu rapih bersih sempurna, masak hanya untuk sekali makan, dan hemat listrik meskipun harus mematikan pemanas di malam hari dan kedinginan :o:o Kondisi ideal seperti itu sudah hilang dari kamus saya sejak memiliki bayi... Dan semakin tidak bisa saya mengerti ketika beliau bilang seharusnya kami memiliki ART. Mungkin beliau pikir yang saya tanam di balkon adalah pohon uang?! 😥😥 Btw.. gaji ART saya sewaktu di Bandung 1 minggu kerja setengah hari = gaji ART di sini selama 1 jam. Wkwk..
Begitulah... kalau mau dikerucutkan, inilah alasan yang sesungguhnya kenapa akhirnya saya menitipkan buah hati tercinta di playgroup : (lah trus yang tadi panjang apa?? Hahaha..)
1. Saya butuh waktu untuk belajar bahasa Jerman. Pada mulanya saya hendak mendaftarkan diri kursus bahasa Jerman. Tapi entah kenapa, ketika anak saya sudah mendapatkan tempat di playgroup, nasib saya yang tidak mendapatkan tempat kursus semester ini. Wkwk.. mau tidak mau belajar sendiri (lagi). Hikmahnya.. tidak perlu bayar tempat kursus dan lebih hemat waktu dan uang untuk transport. Tapi ya jadi harus kuat iman, karena saya sendiri yang membuat dan mengontrol timetable nya, dan belajarnya di rumah.
2. Anak saya butuh teman bermain untuk belajar bersosialisasi. Satu-satunya teman main seumurannya juga masuk playgroup :D
3. Suami saya butuh waktu lebih untuk bertapa dalam rangka menyelesaikan disertasi dan ujian-ujian. Selama ini pulang ke rumah waktunya sebelum dan sesudah tidur dihabiskan untuk membantu membereskan pekerjaan di rumah yg belum selesai krn disambi ngurusin anak.
4. Saya miris melihat suami yang selalu kelaparan tiap pulang. Wkwk. Ini tandanya dia kurang ngemil di sela-sela jam kerja. Dia memang tipe yg ga terlalu suka ngemil sih. Kecuali.. e kecuali.. cemilannya menarik di mata dia.. yaitu, jajanan pasar. Wkwk. Gampang kan? Ya memang gampang.. kalau di Indonesia.. hiks.. masalahnya yang seperti itu tidak ada di sini, kalau mau ya mesti bikin sendiri.. (jangankan bikin jajan, masak hidangan pokok saja sering ga keuber, hiks)
5. Saya berharap rumah bisa lebih terawat dibanding sebelumnya.

Kemudian saya mulai mencari info seputar playgroup di kota ini. Juga minta share cerita dari teman yang anaknya sudah lebih dulu di playgroup. Ini nanti bermanfaat untuk menimbang-nimbang plus minusnya. Karena setiap langkah yang kita ambil tidaklah sempurna, selalu ada plus dan minusnya.
Cerita seputar playgroup di kota ini (Leoben, Austria) dan bagaimana kami menimbang-nimbang sampai akhirnya diputuskan salah satu playgroup bisa dibaca di sini.
Bagaimana dengan teman-teman para orang tua, adakah yang masih galau akan menitipkan anak atau sudah khatam menggalaunya? Ayo share di-comment... :)
Salam dari Leoben-Austria,
Vidya
Share:

Disclaimer

Dear reader, Nothing is perfect, demikian juga konten di blog ini. Oleh karena itu, terimakasih untuk komentar, sharing, saran, kritik dan untuk kunjungannya ke blog saya, yang walaupun imperfect namun semoga bermanfaat. ♥ vidya ♥

Labels

Drop me a message

Name

Email *

Message *

Recent Posts

About me

Empat tahun mengenyam pendidikan S1 Sekolah Farmasi, saya melanjutkan Pendidikan Profesi Apoteker satu tahun. Alhamdulillah semuanya dilancarkan dan saya berkesempatan berkarya di dunia industri kosmetik setelah saya lulus Pendidikan Profesi. Tiga tahun berkiprah di dunia itu, saya memutuskan berhenti sementara dari dunia karir demi berkumpul dengan keluarga kecil di Leoben, Austria

Saya mengenal blog semenjak kuliah profesi. Saya memiliki blog pribadi dan bergabung menjadi author di www.apotekerbercerita.com. Sebelumnya saya hanya menumpahkan isi pikiran di diary. Namun saya baru menyadari kecintaan menulis justru setelah berada di Austria. Dengan menulis saya banyak membaca dan belajar, mengingat, belajar berkomunikasi, belajar bertanggung jawab dan akhirnya saya mengijinkan diri saya sedikit berbangga dan bahagia meskipun mungkin menurut orang itu biasa saja hihi. Saya merasa ada yang terobati setiap bisa menyelesaikan satu judul tulisan. Maka saya pikir tidak ada alasan untuk berhenti menulis.

Terimakasih kepada siapa saja yang sudah berkunjung, selamat membaca dan semoga konten webblog ini bisa bermanfaat.

Salam hangat,

Vidya