Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria

Ijin tinggal atau residence permit diperlukan ketika kita hendak tinggal di Austria selama

Beradaptasi dengan Day Care

Kolaborasi Orang tua, anak dan tim di masa awal menitipkan anak di daycare.

Mengenal kuman si biang penyakit

Apa itu patogen? Apa itu virulensi? Apa itu resistensi? Belajar tentang kuman yuk supaya kita tahu bagaimana mencegahnya

Dieser Sommerurlaub war....

abenteuerlich (adventurous)/anregend (stimulating)/ erstaunlich (amazing)/ ermüdend (tiring)/ bedrohlich (threatening

Toilet training untuk anak

Sharing pengalaman yuk bagaimana membuat si kecil supaya mau pergi ke toilet

Thursday 4 June 2015

Berbagi Tips dan Trik Lulus ASI Eksklusif Enam Bulan



Leganya, akhirnya bayi saya lulus ASI eksklusif enam bulan. Setiap Ibu ASI pasti tau bagaimana beratnya perjuangan supaya bayinya tetap mendapat ASI eksklusif pada enam bulan pertama masa hidupnya. Apalagi ketika masanya MPASI semakin dekat. Bayi semakin cepat lapar. Si ibu baru mau mulai melakukan sesuatu, tiba-tiba bayinya "ngeeeng.." minta disusui. Dan itu berlangsung selama sehari 24 jam. Boro-boro mengatualisasi diri dan me time, bisa tidur nyenyak, makan tenang, mandi santai, ibadah kusyuk, menyiapkan makan untuk keluarga, dan kegiatan sepele harian lainnya dengan tenang, merupakan hal yang luar biasa. Bagi ibu yang bekerja, pun sama berat perjuangannya. Harus pumping ASI di kantornya, dan mungkin juga di malam hari untuk memastikan stok ASIP di freezer cukup, memastikan bayinya mau minum ASI pakai dot, dsb. Pumping bukan perkara yang ringkas lho... dimulai dari mensterilkan pompa dan wadah penyimpanannya yang bisa memakan waktu antara 10-15 menit, merangkai si alat pompa yang sudah steril, lalu atur posisi memompa. Setelah memompa masih harus segera mencuci si alat pompanya supaya nanti kualitas ASIP berikutnya terjamin higienitasnya. Eits.. belum selesai sampai di sini, ASIP yang sudah dipompa harus dipastikan kualitasnya hingga nanti diminum oleh si bayi. Bagaimana kalau bayi menolak ASIP? Hmmm...

Saya bersyukur masa-masa itu bisa terlalui dengan baik. Meskipun bisa dibilang tidak semulus itu, karena di awal-awal sempat merasakan juga perasaan stress, mungkin itu yang dinamakan baby blues.

Jika dirunut dari awal, inilah 9 kunci kesuksesan ASI eksklusif enam bulan untuk bayi saya :

1. Pemahaman sedalam mungkin tentang ASI semenjak bayi belum lahir

Memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan ASI tidak hanya menjadi kebutuhan saya sebagai calon ibu (pada waktu itu). Namun suami dan orang tua saya juga merasa perlu untuk tau. Pemahaman yang betul dan sejalan mengenai ASI antara ibu menyusui, pak suami, dan kakek nenek si bayi akan memudahkan pemberian ASI, meskipun realitanya tidak semudah itu 😁. Kebetulan saya dan suami mempunyai hobi yang sama, yaitu membaca, jadi kami tidak mengalami kesulitan dalam mencari informasi tentang ASI. Buku-buku yang saya baca : Setiap Wanita (Derek Llewellyn Jones) dan AyahASI (yang ini suami saya juga baca). Selain itu baca-baca artikel saja di internet. Ibu saya rajin mencari informasi di TV, juga kenalannya yang dokter, bidan, dan ibu-ibu arisan, hehe. Saya bersyukur juga karena ibu saya cukup bawel, sehinggainformasi yang beliau dapatkan pasti dishare ke ayah saya, dan tentu saja ke saya. Hehe. Selain itu saya juga banyak berguru pada yang sudah pernah mengalami. Selalu tanamkan prinsip bahwa pengalaman orang lain adalah pelajaran berharga bagi saya.

Keuntungan pemberian ASI menurut Derek dalam bukunya :
- ASI merupakan produk yang steril, seimbang, dan cocok untuk bayi
- Pemberian ASI memungkinkan bayi berinteraksi lebih baik dibanding diberi susu botol
- Dalam ASI terkandung zat-zat makanan yang melindungi  bayi terhadap infeksi, khususnya infeksi gastro-intestinal, pernafasan, dan virus
- ASI dapat melindungi bayi terhadap gangguan alergi seperti asma dan eksim
- Bayi yang diberi ASI cenderung tidak obesitas, faktor yang dalam kehidupan dewasa berpengaruh pada penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, penyakit kandung kemih, dan diabetes.
- Lebih praktis, cukup menyodorkan PD ke mulut bayi
- Pemberian ASI lebih ekonomis dibandingkan susu formula

Dengan semua keuntungan ini, maka sudah seyogyanya setiap ibu memberikan ASI kepada bayinya, kecuali jika terdapat halangan medis.
Bagaimana terbentuknya ASI?

Setelah bayi lahir, PD mulai menghasilkan ASI atas peran hormon prolactin. Prolactin diperlukan oleh sel pembuat ASI di dalam alveoli PD. Alveoli dapat dibayangkan sebagai gelembung-gelembung seperti buah anggur (bentuknya, bukan ukurannya) di dalam PD. Hormon prolactin dikeluarkan oleh sel-sel dalam kelenjar pituitari tepat di bawah otak. Pada saat hamil, produksi hormon ini cenderung terhambat oleh progesteron dan estrogen yang dihasilkan selama kehamilan, sehingga ASI tidak bisa diproduksi. Saya katakan cenderung karena pada kenyataannya ada ibu-ibu yang masih bisa menyusui sementara mereka hamil. Setelah melahirkan, progesteron dan estrogen akan berkurang kadarnya. Ketika ibu sedang menyusui, rangsangan lidah bayi pada puting akan menghasilkan impuls syaraf yang akan menjadi sinyal bagi sel pituitari untuk melepaskan prolactin. Prolactin selanjutnya akan beredar melalui aliran darah dan ketika mencapai PD akan diambil oleh sel pembuat ASI. Prolactin datang, dibuatlah ASI.

Setelah ASI diproduksi, ASI tetap akan berkumpul di dalam kelenjar ASI, sehingga kelenjar tersebut menggelembung, kecuali jika ASI dikeluarkan. ASI keluar dari kelenjar ASI melalui saluran menuju (katakanlah) kolam susu, baru kemudian keluar ke mulut bayi. Proses pengeluaran ASI ini dipengaruhi oleh hormon oxytocin, yang dilepaskan bersama prolactin ketika bayi disusui. Oxytocin menyebabkan otot-otot di sekitar saluran tersebut mengerut sehingga ASI bisa keluar dari PD.

Pada mulanya cairan yang keluar dari PD ibu berwarna kekuningan dan kental, dinamakan Colustrum. Dalam rentang 24-48 jam setelah melahirkan, ASI yang berwarna putih akan mulai keluar. Jumlah ASI yang dikeluarkan tergantung dari kebutuhan bayi. Sel pituitari menerjemahkan "kebutuhan bayi" sesuai dengan impuls syaraf yang diterimanya pada saat bayi disusui. Artinya, semakin sering bayi disusui, akan semakin banyak prolactin dan oxytocin yang dilepaskan. Semakin banyak prolactin, akan semakin banyak pula ASI yang diproduksi. Semakin banyak oxytocin, akan semakin banyak pula volume ASI yang dikeluarkan dari PD.

Jadi semakin teranglah, pentingnya proses menyusui dalam 24-48 jam pertama setelah bayi lahir :)

2. Faktor Makanan

Terbukti memang ada makanan-makanan tertentu yang kalau dimakan bisa menjadi booster ASI, yaitu sayur-sayuran berkuah (tidak bersantan), sayur-sayuran hijau, kacang-kacangan, dan daging sapi. Saya mulai perbanyak mengkonsumsi menu jenis ini sejak usia kehamilan masuk minggu ke-36.

3. Pemilihan tempat dan tenaga medis yang membantu proses persalinan

Kini terdapat banyak sekali pilihan tempat bersalin. Di antaranya tempat praktek bidan, klinik bersalin, dan rumah sakit. Saran saya, pilihlah tempat bersalin dan tenaga medis yang mendukung pemberian ASI ekslusif. Pemilihan tenaga medis dapat dimulai sejak positif hamil.

Pengalaman saya, sejak testpack positif saya langsung pilih dokter kandungan yang pro ASI eksklusif, ini bisa didapat dari informasi teman-teman maupun review di internet. Biasanya seorang dokter bisa memiliki lebih dari satu tempat praktek di satu kota/ daerah. Pilihlah tempat praktek yang pelayanannya paling baik dan mendukung pemberian ASI eksklusif. Informasi tentang ini juga bisa didapat dari teman maupun review di internet.

Bagaimana ciri-ciri tempat bersalin yang mendukung ASI eksklusif? 

Tempat bersalin yang mendukung pemberian ASI eksklusif biasanya memiliki kebijakan rooming-in. Rooming-in adalah istilah yang menggambarkan bahwa setelah bayi lahir bayi langsung tidur sekamar dengan ibunya, sehingga memudahkan pemberian ASI. Biasanya di setiap kamarnya terdapat box bayi yang ada penghangatnya. Tapi bukan inkubator. Karena inkubator mahal, hehe, dan hanya kasus-kasus tertentu saja yang bayinya perlu dimasukkan ke dalam inkubator.

Ciri yang kedua dari tempat bersalin yang proASI adalah adanya kebijakan IMD atau Inisiasi Menyusui Dini. Setelah melahirkan, sebelum bayi dimandikan dan dipakaikan baju bayi akan dibiarkan berada di pelukan ibunya. Selama berada di pelukan ibunya mulut bayi akan mencari-cari PD ibu untuk menyusui. Proses ini berlangsung selama 15 menit sampai 1 jam. Alhamdulillah klinik yang saya pilih memiliki dua kebijakan ini.

Namun bukan berarti tempat bersalin yang tidak memiki kebijakan rooming-in lantas tidak pro ASI. Silakan diskusikan hal ini dengan petugas yang berwenang, baiknya dipastikan juga bagaimana pemberian ASI nya jika bayi tidak sekamar dengan ibunya. Berdasarkan pengalaman saya, kebetulan Aqila ngASI nya kuat, sering sekali, dan betah lama-lama. Misal baru beres disusui, setengah jam kemudian bisa saja minta ASI lagi. Jadi bagaimana ya, kalau Aqila tidak seruangan dengan saya? Mungkin pemberian ASI melalui botol? Atau susu formula dalam botol? Hal ini yang perlu dipastikan.

4. Menyusui sesering mungkin

Semakin sering menyusui, produksi ASI juga akan semakin meningkat. Biasanya di awal-awal kelahiran bayi, produksi ASI masih sedikit atau bahkan belum keluar. Di lain sisi si bayi sudah lapar dan tidak sabar. Tidak perlu khawatir, tetap saja susui bayi kita meskipun ASI yang keluar hanya sedikit atau bahkan belum keluar. Saya pernah mengalaminya sendiri. Alhamdulillah ASI memang langsung keluar setelah Aqila lahir, tapi kuantitasnya? Paling harus sabar dan kuat mental kalau ada orang lain yang komentar, "ga keluar ASI nya lho itu!", "kok ga kedengeran suara apa-apa, ASI nya keluar ga sih?" "Kasian rewel terus, udah laper itu..."

Yakinlah, semakin sering dikenyot-kenyot produksi ASI akan semakin banyak. Yakinlah, ini adalah moment pahit yang harus dilewati sebelum produksi ASI yang melimpah sebentar lagi. Yakinlah, ASInya sedang dalam proses pengolahan dan distribusi, belum tiba di kantong PD. 😆😆

5. Motivasi yang kuat untuk ASI eksklusif

Dengarkanlah suara hati diri sendiri, apa alasan kuat untuk tetap memberikan ASI eksklusif? Ibu sudah mencari tau apa itu ASI. Kelebihan ASI dibanding susu formula. Ilmu ibu sudah banyak. Lalu apa keputusan ibu? ASI eksklusif kan? Enam bulan ASI eksklusif dan 2 tahun ASI eksklusif plus MPASI, iya kan? :)

Jika iman kita sudah kuat untuk memberikan ASI eksklusif, maka insyaallah akan tahan dengan godaan yang mungkin akan datang selama proses persusuan. Baik dalam menghadapi kerewelan si kecil, mengatur waktu antara memberikan ASI dan aktivitas yang lain, godaan untuk memberikan ASI karena si kecil tampak lebih langsing dibanding teman-teman seumurannya, suara-suara dari orang lain, pengalaman masa kecil dengan susu formula, dsb. Semua itu hanya sedikit kerikil tajam. Motivasi yang kuat bisa mendukung kesuksesan pemberian ASI eksklusif.

6. Percaya diri dan positif thinking, hilangkan stres

Jika ibu yang baru melahirkan percaya diri bisa menyusui, maka pemberian ASI akan berhasil. Juga sebaliknya, kecemasan ASI yang dihasilkan hanya sedikit dan tidak mencukupi, pun akan menyebabkan produksi ASI terhambat. Ini ternyata sudah ada penelitiannya lho.

Saya akui kepercayaan diri saya terjaga juga berkat bantuan pak suami, orang tua, keluarga, dan teman-teman. Saya bersyukur ada grup ibu-ibu menyusui (saya dan teman-teman yang seangkatan sejurusan di kala kuliah) di whatsapp. Tempat para ibu-ibu bisa bertanya, sharing dan bahkan ada yang berkeluh kesah mengenai seeemuanya yang berhubungan dengan ibu-ibu menyusui. Kemudian ada juga grup motherhood di facebook, yang anggotanya ibu-ibu satu almamater lintas jurusan. Salah satu tempat mengobati stress dan mencari solusi. Seolah punya banyak penasehat yang akan saling membantu setiap kali diperlukan.

Pelepasan oxytocin, hormon yang dibutuhkan untuk produksi ASI, juga dipengaruhi oleh emosi. Ketika ibu merasa nyaman dan bahagia, oxytocin akan banyak dihasilkan, produksi ASI lancar. Begitupula sebaliknya, dalam kondisi tertekan, oxytocin sedikit atau bahkan tidak dilepaskan, produksi ASI terhambat, atau tidak ada produksi sama sekali. Meskipun hal ini terjadi sementara, dan semua kembali normal ketika ibu kembali merasakan kenyamanan dan bahagia.

Refleks pengeluaran ASI (proses setelah ASI diproduksi) juga dapat dipicu tanpa rangsangan fisik lidah bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh getaran halus di PD ibu dan keinginan untuk menyusui. Ketika ibu mendengar bayinya menangis dan ibu ingin menyusui, ia akan segera merasakan di PD nya, ASI akan segera keluar. Hal ini berlaku juga sebaliknya. Jika ibu merasa ASI nya tidak cukup, maka pengeluaran ASI terhambat dan terasa tidak mencukupi, meskipun sesungguhnya produksi ASI normal. Inilah kekuatan magis dari pemikiran sederhana : positif thinking.

7. Pijat PD

Kegiatan ini bisa dilakukan sendiri mulai kehamilan usia 30 minggu. Bagaimana caranya? Sudah banyak artikel di internet yang mencantumkan caranya untuk tujuan kelancaran produksi ASI di kala nanti bayi sudah lahir.

Berikut ini cara yang disarankan Derek dalam bukunya :
- Awali dengan menyeka kedua PD menggunakan air hangat dan waslap
- Letakkan tangan di sekeliling bagian luar PD
- Dengan lembut tapi kuat pijat ke arah (maaf) puting
- Tarik keluar setiap puting, kemudian putar dengan hati-hati antara telunjuk dan ibu jari beberapa kali. Proses ini akan membuat puting lebih fleksibel dan tidak mudah retak ketika bayi mengisapnya.

Ahli massage ibu hamil dan bayi langganan saya menyarankan pijat dilakukan 2 kali sehari, setiap sebelum mandi pagi dan mandi sore, menggunakan baby oil supaya tidak kesat.

Menurut konselor laktasi, perlu juga dibersihkan bagian saluran tempat keluarnya ASI. Karena secara tidak sadar sepanjang umur kita bagian tersebut bisa tertutup oleh benda asing (kotoran, benang halus, dsb) yang semakin hari semakin menumpuk. Hal ini bisa menghambat keluarnya ASI pertama kali. Bersihkan dengan hati-hati menggunakan cotton bud dan baby oil. Derek pun dalam bukunya menyarankan proses ini.

Pijat PD dan pembersihan saluran keluarnya ASI ini dilakukan sejak kehamilan masuk usia 30 minggu, sebanyak dua kali sehari, kurang lebih sekitar 10 menit untuk setiap PD. Terkadang terasa kontraksi pada kandungan saat dipijat dan dibersihkan. Jika hal ini terjadi, hentikan pemijatan dan pembersihan sejenak, kemudian baru dilanjutkan jika kontraksi berhenti, demikian seterusnya.

8. Teknik pemberian ASI, teknik perlekatan yang benar

Ternyata, posisi otot-otot saluran ASI (yang bertanggung jawab terhadap pengeluaran ASI) terletak pada bagian areola PD (bagian berwarna gelap di sekitar puting). Gigitan gusi bayi pada bagian ini akan menyebabkan pengerutan otot saluran ASI lebih kuat, sehingga memperbanyak volume ASI yang keluar. Inilah mengapa teknik perlekatan penting diperhatikan, pastikan gusi bayi menggigit bagian areola.

Bagaimana jika bayi hanya menggigit bagian puting? Otomatis volume ASI yang keluar lebih sedikit demi sedikit. Jika bayi terlanjur lapar dan gemas, ini akan berakibat gigitannya menjadi semakin kencang dan bisa melukai puting ibu.

9. Jadwal pemberian ASI

Kebutuhan masing-masing bayi berbeda. Pada dasarnya, berikan ASI sesering kemauan bayi.



Demikianlah kunci kesukseksan ASI eksklusif bayi saya selama 6 bulan kemarin, yang saya padu padankan antara pengalaman dan teori dari literatur. Semoga tulisan ini bermanfaat dan insyaallah akan jadi reminder bagi saya kelak ketika menyusui adiknya Aqila *masih dalam perencanaan* hehe..

Bagaimana pengalaman Anda? Share yuk...
Referensi :
Llwellyn-Jones, Derek. 2009. Setiap Wanita - Panduan Terlengkap tentang Kesehatan, Kebidanan, & Kandungan.  Delapratasa Publishing.
Share:

Saturday 18 April 2015

Membuat Paspor untuk Bayi

Bayi saya, umurnya tujuh bulan sudah punya paspor. Bapak dan ibunya baru punya paspor setelah kerja. Ckckkc... si Nusantara (nama anak saya) ngalah-ngalahi (mengalahkan) bapak dan ibunya.
Paspor Aqila (nama panggilan si Nusantara) saya sendiri yang mengurusnya berhubung bapaknya sudah imigrasi ke Austria. Suami saya mendapat beasiswa S3 di negeri itu dan sudah berangkat dari akhir bulan Januari 2015. Beberapa bulan kemudian suami yang kesepian meminta saya dan Aqila segera menyusul, awalnya direncanakan menyusul tahun 2016, hehe. Saya sih semakin cepat keluarga kecil kami bisa berkumpul kembali semakin senang.



Mengurus sendiri paspor merupakan pengalaman pertama bagi saya. Paspor saya dulu dibuatkan oleh kantor tempat saya bekerja, jadi saya dulu cuma menyediakan dokumen selengkap-lengkapnya, lalu dititipkan ke perwakilan dari kantor. Waktu itu saya hanya datang ke kantor imigrasi (Jakarta) satu kali, yaitu untuk wawancara dan foto. Selebihnya semua sudah ada yang urus.

Kali ini, semuanya harus saya kerjakan sendiri, saya excited. Hehe memang agak lebay. Karena ini paspor untuk anak saya yang masih bayi, maka pastinya ada yang beda dong dari paspor untuk orang dewasa. Maka saya mulai dengan bertanya ke teman saya yang ada di Belanda, bagaimana step by step dulu dalam mengurus paspor untuk anaknya. Anaknya juga masih di bawah umur, sepertinya belum ada 2 tahun umurnya. Kemudian, supaya lebih afdol saya browsing-browsing juga. Hihihi. Dari situ saya dapat kesimpulan bahwa sekarang membuat paspor bisa dengan cara daftar dulu online atau datang langsung. Meskipun online, bukan berarti tidak datang ke kantor imigrasi secara langsung. Maksudnya online adalah terlebih dahulu melakukan pendaftaran secara online di website kantor imigrasi, upload dokumen-dokumennya secara online, baru datang untuk foto dan wawancara. Intinya, kalau daftar online dulu kita hanya perlu ke kantor imigrasi 2 kali (saat wawancara dan foto serta saat pengambilan) tapi kalau tidak daftar online maka kita perlu datang tiga kali (daftar, wawancara & foto, dan pengambilan).

Ohya karena setelah suami saya berangkat ke Austria saya dan Aqila hijrah ke rumah neneknya di Wonosobo, maka saya pun memutuskan pembuatan paspor Aqila dilakukan di kantor imigrasi Wonosobo meskipun KTP saya dan suami kota Bandung.

Saya pun masuk ke website kantor imigrasi, melakukan pendaftaran online, dan ternyata tidak ada pilihan upload dokumen. Browsing-browsing katanya memang ada pembaruan, jadi sekarang dokumen tidak perlu diupload, cukup melakukan pendaftaran, selanjutnya tunggu konfirmasi by email. Oke, daftar online done. Tinggal tunggu feedback saja di email. Sehari, dua hari, tiga minggu, eh, kok tidak ada feedback yang masuk? Hadeh... yasudahlah daripada tidak jelas, akhirnya ganti rencana. Berbekal semua dokumen, saya berangkat ke kantor imigrasi. By the way ternyata kantor imigrasi Wonosobo sudah pindah dan yang sekarang jauhhh lebih besar dan keren. Haha. Lain kali kita bahas ini.

Kembali ke topik. Saya ke kantor imigrasi lalu mendapati persyaratan pembuatan paspor anak di bawah umur adalah sebagai berikut :
1. KTP ayah dan ibu yang masih berlaku, fotokopi dan aslinya.
2. Kartu keluarga yang nama anaknya sudah tercantum, fotokopi dan aslinya.
3. Akta kelahiran atau surat baptis. Fotokopi dan asli.
4. Buku nikah atau akta perkawinan. Fotokopi dan asli.
5. Surat penetapan ganti nama jika pernah berganti nama
6. Fotokopi paspor orang tua yang akan menemani anaknya ke luar negeri
7. Surat pernyataan orang tua. Ini nanti saya bahas.

Untuk Aqila, karena ayahnya sudah tidak di Indonesia, maka KTP ayah cukup melampirkan fotokopiannya saja. Untung saya dan suami dari dulu membiasakan diri memegang fotokopi KTP kami berdua (saya pegang fotokopi KTP saya sendiri dan suami, demikian juga suami pegang fotokopi KTP dia dan saya). Fotokopi KTP kedua orang tua harus ada pada satu halaman. Jadi, dalam satu halaman sudah ada fotokopi KTP kedua orang tua.

Nah, untuk surat pernyataan orang tua, sudah ada form nya di kantor imigrasi, jadi kita tinggal isi. Intinya si ayah menyatakan bahwa benar anaknya belum pernah memiliki paspor, tidak keberatan anaknya diberikan paspor di mana keberadaan paspor nya menjadi tanggung jawab si ayah sepenuhnya. Sang ayah bertanggung jawab atas keberangkatan dan kembalinya si anak ke Indonesia. Selain itu dicantumkan juga dengan siapa si anak akan ke luar negeri. Surat ini harus ditandatangani ayah dan diketahui oleh ibu (ibu juga tanda tangan). Tanda tangan ibu di atas materai 6000 rupiah. Untuk kondisi Aqila, ayahnya diharuskan membuat surat ini di Austria, ditandatangani, lalu discan dan diemailkan atau difaxkan ke saya untuk saya tanda tangani.

Karena saat datang saya belum membuat surat pernyataan (baru tau saat itu), maka saya harus datang lagi setelah dokumen lengkap. Beberapa hari kemudian saya datang, kali ini saya bawa sekalian Aqila, siapa tau bisa sekalian wawancara dan foto. Dan betul, setelah dokumen diperiksa, saya dan Aqila langsung mengantri untuk wawancara dan foto.

Nah ini moment yang saya tunggu-tunggu, sesi foto paspor Aqila. Hehehe. Aqila duduk bersandar pada background putih, lalu "Aqilaa... Qilaa.." komando dari petugas, jepret jepret. Tadaa.. ini dia fotonya...

image
Setelah foto, tunggu panggilan untuk mengambil slip pembayaran. Pembayaran dilakukan di Bank BNI. Paspor jadi setelah tiga hari kerja, dihitung sejak tanggal pembayaran di Bank BNI. Kemarin biayanya 355000 rupiah (paspor biasa 48 halaman), plus 5 ribu rupiah untuk biaya administrasi di Bank.
Share:

Thursday 8 January 2015

Pengalaman Pertama Hamil dan Melahirkan =)

Saya dan suami sedang LDR ketika test pack pertama kali bergaris dua. Saya bekerja di Tangerang, suami saya di Bandung. Bahagia sekali ketika dua garis itu akhirnya muncul juga, merah dan nyata. Rasanya seperti dipercaya untuk menerima amanah besar ini, saya akan menjadi orang tua. Hari itu hari Rabu, mood saya di kantor bahagia sepanjang hari. Hihi. Setelah kenyang bahagia, barulah saya mulai bingung, selanjutnya saya harus ngapain? Hahahaa.. maklum.. belum pernah punya pengalaman. Dari teman sekantor saya yang rata-rata ibu-ibu, barulah saya tau, saya perlu cek ke dokter :-)
Seperti biasa, Jumat sore saya dan beberapa teman sekantor hijrah ke Bandung. Istilah ngetrend-nya waktu itu "PJKA" (Pulang Jumat, Kembali Ahad). Saya dan suami memilih RSIA Hermina Pasteur untuk mengecek kehamilan saya. Tidak ada alasan khusus selain RS tersebut yang paling familiar bagi kami. Sebelumnya saya sudah hunting testimoni dokter terlebih dulu di internet. Saya ingin memilih dokter kandungan perempuan yang ramah, pro kelahiran normal, dan tidak pelit ilmu. Dari hasil hunting testimoni di internet, pilihan saya jatuh pada dokter Anna Fachruriah. Kebetulan jadwal prakteknya pas dengan waktu luang kami.
Kunjungan ke dokter Anna yang pertama kali memberikan kesan yang sangaaaat positif. Beliau keibuan sekali, ramah, baik, mau menjelaskan sesuatu dengan detail, dan terbuka untuk sesi konsultasi meskipun pasiennya teramat sangat banyak sekali. Sebetulnya ini juga yang jadi kekurangannya, karena pasiennya terlalu banyak, antrinya bisa berjam-jam kalau tidak datang lebih awal. Pun jauh hari sebelumnya harus sudah melakukan pendaftaran dulu. Pada kunjungan yang pertama ini hasil USG dalam rahim baru kantong yang tampak. Usianya 6 week :)
image
Setiap bulan saya rutin memeriksakan kandungan ke dokter Anna. Pernah beberapa kali saya tidak kebagian dokter Anna. Akhirnya mau tidak mau kontrol ke dokter yang lain. Sempat ganti beberapa dokter juga, selain karena tidak kebagian dokter Anna, juga karena kurang 'sreg' dengan dokter yang selain dokter Anna tersebut.
Setelah kandungan memasuki trimester ketiga, saya akhirnya memutuskan berhenti dari tempat saya bekerja. Sebetulnya di awal-awal kehamilan pun sempat terbesit keinginan untuk resign. Akan tetapi saya merasa belum ada alasan yang benar-benar membuat saya harus berhenti. Sampai akhirnya kandungan memasuki usia tujuh bulan, saya sering merasakan kontraksi. Rasanya seperti kram di perut. Mungkin rutinitas pekerjaan dan aktivitas PJKA, hehe, membuat saya terlalu lelah. Akhirnya saya resmi berhenti bekerja setelah usia kandungan delapan bulan. Saya pindah ke Bandung, tinggal bersama suami. 
Begitu saya tinggal di Bandung, aktivitas berat belum selesai. Karena saya dan suami harus mengurusi lagi pindah rumah lagi. Waktu itu bertepatan dengan bulan Ramadhan. Di rumah baru hanya dua minggu, sudah waktunya mudik lebaran. Rumah masih super duper berantakan. Barang-barang belum sempat seluruhnya di-unpack. Apa boleh buat, kami sudah beli tiket kereta mudik dari tiga bulan sebelumnya. Kamis malam pun kami berangkat ke Jogja. Tujuan mudik kami adalah ke Wonosobo, rumah orang tua saya. Ohya sebelum mudik saya sempat kontrol dulu. Kali ini saya sengaja tidak ke dokter Anna, tapi ke dokter yang bulan lalu meminta saya cek lab. Saya pikir-pikir lebih baik meneruskan dokter yang ini daripada ganti lagi. Eh ternyata dokternya mendadak tidak bisa praktek di hari itu. Maka saya pindah dokter baru lagi. Saya pilih dokter Fitria (gambling). Saya pasien pertama nya di hari itu tetapi tetap harus menunggu karena dokter Fitria sedang menangani sc. Sambil menunggu saya hunting testimoni lagi di internet melalui ponsel. Intinya responnya positif, katanya dokter Fitria orangnya cantik dan komunikatif. Lalu nama saya dipanggil. Oke, mari kita buktikan. Masuk ruangannya, dan ternyata betul dokter Fitria cantik banget.. masih muda dan fresh. Orangnya komunikatif memang. Seperti dokter Anna tapi versi mudanya. Ahh.. kenapa ga dari dulu ke dokter Fitria.. sekalinya dapat yang pas udah mau mudik.
Di Wonosobo, setelah lebaran aktivitas kami selanjutnya adalah hunting tempat bersalin. Di Wonosobo ada beberapa rumah sakit kelas A (umum), satu rumah sakit ibu dan anak, serta satu klinik bersalin. Sudah menjadi keinginan saya dari awal melahirkan di rumah sakit yang memfasilitasi Inisiasi Menyusui Dini (IMD), rooming in (bayi langsung sekamar dengan ibunya setelahdilahirkan), dan dengan suasana homey sehingga rasanya seperti ada di rumah, bukan di rumah sakit. Bahagianya saya ternyata di sana ada satu klinik bersalin yang memenuhi kriteria ini. Maka setelah lebaran saya rutin kontrol kondisi janin di klinik itu.
image
Seminggu setelah lebaran, yaitu saat usia kandungan sudah memasuki week 37, perkiraan berat badan janin kami di USG turun. Sedih sekali, karena turunnya terjun bebas dari 2.2 kg menjadi 1.89 kg. Hari Perkiraan Lahir (HPL) tinggal tiga minggu lagi, berat janin malah turun sampai kurang dari 2 kg.  Kemudian es krim pun saya babat. Tidak pernah terlewat menu satu stick eskrim Magnum atau Feast setiap hari. Sehari saya makan nasi empat kali, pagi, menjelang zuhur, setelah ashar, dan sesudah isya. Jadwal kontrol saya sudah seminggu sekali waktu itu. Tiap kali kontrol di-USG perkiraan berat badan janin naik tapi tidak signifikan. Padahal porsi makan saya sudah kuli :( Pada week 39 jalan 40, perkiraan berat janin masih 2,2 kg (targetnya bayi lahir 2,5 - 3 kg). Secara usia kandungan, anak saya sudah boleh lahir. Tetapi secara berat masih kurang dari berat normal bayi lahir. Namun air ketuban sudah sedikit. Akhirnya saya pasrah. Saya berdoa kepada Allah, saya ikhlas, jika memang baik mohon agar bisa lahir ditemani oleh suami saya (setelah lebaran, saya dan suami kembali LDR, kali ini Bandung - Wonosobo). Meskipun perkiraan beratnya kurang, saya tetap optimis. Mungkin kalau beratnya kecil lebih gampang keluarnya. hehehe. Toh kalau sudah lahir bisa dibesarkan di luar. Yang penting "waras selamet" (sehat dan selamat).
Di lain sisi, kerabat, tetangga, sudah  ikut menanti-nanti kelahiran si jabang bayi. Saya juga jadi semakin ingin cepat menggendong bayi saya. Memasuki week 40, calon dede bayi pun sering saya ajak bicara, "Aqila lahirnya pas ada Ayah aja ya.. Ayah ada pas hari Sabtu atau Minggu." Kebetulan kontrol terakhir (ketika divonis berat janin masih 2.2 kg dan ketuban kurang) adalah di hari Sabtu. Saya bisa kontrol ditemani suami. Saat ayahnya datang, saya katakan ini kepada calon debay,"Aqila, ayah sudah datang nih.. boleh ya kalau lahir hari ini atau besok.. Senin ayah ke Bandung lagi.."
Super duper ajaib, Sabtu siang tanggal 23 Agustus 2014 sepulang dari kontrol, kontraksi yang ditunggu pun datang. Waktu itu sih saya tidak tau kalau itu kontraksi kelahiran, hanya ada terasa kontraksi yang berbeda dari biasa, terus menerus tapi pelan dan tidak menyakitkan. Malam harinya, kontraksi itu masih juga terasa, lebih menyakitkan. Saya jadi semakin curiga, mungkin ini tanda-tanda kelahiran. Saya ingat-ingat pesan ibu, kakak, sahabat, kerabat, dan literatur jika kontraksi sudah per 3 menit maka harus segera ke dokter. Kemudian saya putuskan untuk mencatat frekuensi dan durasi kontraksi dengan stopwatch di ponsel saya. Di samping kiri saya suami yang tertidur lelap karena kelelahan perjalanan dari Bandung, saya berbaring sambil sesekali menahan sakitnya kontraksi, di samping kanan saya ada hp saya yang stand by stop watch nya, note, dan pulpen. Setiap kontraksi datang, saya catat jam mulai dan berhentinya. Hingga tengah malam, saya tidak bisa tidur karena sibuk mencatat kontraksi dan gelisah, hehe. Kontraksi demi kontraksi datang, saya catat, hitung, hingga di tengah malam kontraksi itu sudah datang tiap 3 menit sebanyak 3 kali berturut-turut. Kontraksinya terasa seperti ada sesuatu sedang berusaha memasuki lorong sempit di dalam sana. Oke, jiwa sok tau saya mengatakan ini betul tanda kelahiran. Tebak setelah itu apa yang saya lakukan? Saya pergi makan. Hahahaa... saya khawatir besok pagi sudah tidak ada napsu untuk makan, tapi saya yakin melahirkan pasti butuh tenaga ekstra, makanya saya langsung isi bensin dulu untuk persiapan mengejan. Saat saya keluar kamar, ternyata keponakan saya yang berumur 3 bulan sedang rewel di kamarnya. Ibu dan kakak saya ada di kamarnya sedang berusaha menenangkan. Selesai makan, setiap kontraksi datang saya sudah mulai meringis kesakitan. Mereka menyadari ringis saya, lalu bertanya, "kamu kenapa?" Saya jawab, "sakitnya udah tiap 3 menit, hehe". Sontak ibu langsung menelepon ayah yang sedang dinas malam, agar pulang dan mengantar saya ke klinik.
Pukul dua pagi saya, suami, ibu, dan ayah sudah berada di klinik. Saya masuk ke ruang pemeriksaan, langsung diperiksa oleh bidan Norma, teman seangkatan saya waktu SMP. Hahaha rasanya santai sekali diperiksa teman sendiri. Katanya sudah pembukaan 1. Barang bawaan berupa tas yang isinya perlengkapan saya dan bayi pun segera diturunkan dari mobil. Perlengkapan ini sudah saya packing sejak usia kehamilan 33 minggu. Setelah check in kamar, bidan Norma memberi saya setengah tablet yang katanya untuk memacu kontraksi, dan nasehat agar saya segera tidur selagi bisa. Setelah minum tabletnya saya pun ke kamar mandi, kemudian berbaring tapi tidak bisa tidur. Rasanya nano nano. Hehe. Sekitar setelah azan subuh kontraksi itu semakin kuat, saya sudah sempoyongan ketika berdiri. Ke toilet pun sambil meraba-raba tembok dan memeluk ibu saya. Saya pun buru-buru berbaring lagi. Pukul 5 pagi bidan yang berbeda datang, sudah pembukaan 2. Bidan menyarankan saya miring ke kiri supaya proses pembukaannya lebih cepat dan mengurangi resiko pecah pembuluh di tulang belakang, yang ternyata membuat kontraksi terasa lebih sakit, hiks hiks. Sejak pukul tiga dini hari, setiap kontraksi datang saya tarik napas dalam-dalam sambil meyakinkan diri saya bahwa sakit kontraksi yang terasa adalah proses alamiah karena saat yang sama jalan lahir sedang menipis dan bayi mendorongkan kepalanya ke arah luar secara perlahan. Saat kontraksi datang pula, suami saya dengan sigap mengompress pinggang dan punggung saya dengan air hangat, memang saya yang minta, dan saya bersyukur suami saya mau melakukannya dengan tulus :) Tiga hal itu yang saya akui bisa mengurangi rasa sakit saat kontraksi datang. Setelah kontraksi mereda, buru-buru suami saya mengelap punggung saya yang basah saat diseka air hangat agar tidak sampai kedinginan dan kembung. Ibu saya stand by memanggilkan bidan sewaktu-waktu saya meminta. Pukul tujuh pagi bidan datang meminta bedong, kupluk, popok kain, baju bayi, selendang, dan baju saya untuk di bawa ke ruang melahirkan. Bidan juga sambil mengecek pembukaan masih juga 2. Bidan sesekali datang setelah itu untuk mengecek dan mengingatkan jika saat kontraksi datang sudah mulai terasa seperti ingin pup, segera memanggilnya, dia pun keluar. Bentuk saya sudah tidak jelas rasanya waktu itu, ingin sekali teriak bidan kenapa ngga stand by di sini aja sih. Tapi sudah tidak mampu dan tidak sempat mengucapkannya karena kontraksi datang sering sekali. Tak lama setelah bidan keluar kamar, saya mulai merasakan itu. Ibu saya langsung keluar mencari bidan tadi. Bidan datang, mengecek pembukaan, ternyata sudah bukaan 5. Saya langsung dibawa ke ruang melahirkan di lantai basement (2 lantai di bawah kamar saya) menggunakan kursi roda. Selama menuju ruang melahirkan saya sudah tidak bisa memperhatikan lingkungan sekitar. Sudah berkunang-kunang. Tiap kontraksi datang, saya remas kuat-kuat si pegangan kursi roda. Kontraksi berhenti, tinggallah lemas. Hehe, perjuangan. Di ruang melahirkan, saya masih bisa pindah sendiri dari kursi roda ke kasur melahirkan. Saya diminta berbaring menghadap ke kiri lagi. Di ruang ini suami saya sudah tak bisa lagi menyeka air hangat ke punggung saya untuk mengurangi sakit saat kontraksi. Sebagai gantinya ayah saya yang baru datang mengusap-usap punggung saya dengan kencang saat kontraksi, ini ternyata ampuh juga mengurangi rasa sakit, karena gesekannya menghasilkan panas di kulit. Satu jam kemudian, dokter pun datang, sebelumnya saya bersama bidan dua orang. Setelah bidan mengkode, dokter pun meminta hanya satu orang yang menemani. Ternyata saat itu sudah pembukaan lengkap. Saya langsung meminta suami saya yang menemani. Di saat yang sama, ternyata suami juga menjawab, "saya saja dok". Iniiii so sweet sekali, suami saya yang takut sama darah dan tindakan medis dengan sigapnya meminta ada terus di sisi istrinya sampai proses melahirkan ini selesai. Tidak ada perasaan lain detik itu selain senang dan tenang. Hihi. Orang tua saya keluar ruangan, lalu saya diminta berbaring telentang, lutut ditekuk, posisi melahirkan. Saya diminta mengejan sekuatnya ketika merasakan kontraksi yang paling kuat. Begitu merasakannya, saya mengejan kuat-kuat tapi katanya yang saya lakukan bukan mengejan. Hahahaha... entahlah saya sendiri tidak pernah mengejan dalam sehari-harinya. Saya coba lagi mengejan gaya lain. Masih salah. Heheheh. Coba sekali lagi, betul... tapi kurang kuat. Kata dokter, bidan, dan suami kepalanya sudah nongol sedikit tapi masuk lagi karena kurang kuat mengejan. Oke, saya jadi makin semangat membayangkan sebentar lagi ini semua selesai dan saya akan menimang bayi yang selama ini lucu di kandungan. Mengejan lagi... dan akhirnya dokter dan bidan berkata, "udah.. cukup.." Di saat yang sama suami mengusap kepala saya dan mengecup kening saya. Saya langsung berpikir bahwa anak saya pasti sudah lahir. Saya lirik ke arah dokter dan bidan, mereka sedang mengangkat seorang bayi, masih basah, tangan dan kakinya bergerak-gerak. Beberapa saat kemudian dia menangis. Alhamdulillah.... saya menarik napas dan mengucap syukur sedalam dalamnya. Apalagi kemudian dokter memberitau bayi saya perempuan.. sempurna.. semuanya bagus..


Alhamdulillah... insyaallah akan selalu kami jaga amanah ini. Semoga kelak dia menjadi anak yang solehah, sehat, lucu, pintar, mulia, beruntung, serta cantik jasmani, akhlak dan lisannya. Selamat datang ke dunia anakku... :)
Share:

Disclaimer

Dear reader, Nothing is perfect, demikian juga konten di blog ini. Oleh karena itu, terimakasih untuk komentar, sharing, saran, kritik dan untuk kunjungannya ke blog saya, yang walaupun imperfect namun semoga bermanfaat. ♥ vidya ♥

Labels

Drop me a message

Name

Email *

Message *

Recent Posts

About me

Empat tahun mengenyam pendidikan S1 Sekolah Farmasi, saya melanjutkan Pendidikan Profesi Apoteker satu tahun. Alhamdulillah semuanya dilancarkan dan saya berkesempatan berkarya di dunia industri kosmetik setelah saya lulus Pendidikan Profesi. Tiga tahun berkiprah di dunia itu, saya memutuskan berhenti sementara dari dunia karir demi berkumpul dengan keluarga kecil di Leoben, Austria

Saya mengenal blog semenjak kuliah profesi. Saya memiliki blog pribadi dan bergabung menjadi author di www.apotekerbercerita.com. Sebelumnya saya hanya menumpahkan isi pikiran di diary. Namun saya baru menyadari kecintaan menulis justru setelah berada di Austria. Dengan menulis saya banyak membaca dan belajar, mengingat, belajar berkomunikasi, belajar bertanggung jawab dan akhirnya saya mengijinkan diri saya sedikit berbangga dan bahagia meskipun mungkin menurut orang itu biasa saja hihi. Saya merasa ada yang terobati setiap bisa menyelesaikan satu judul tulisan. Maka saya pikir tidak ada alasan untuk berhenti menulis.

Terimakasih kepada siapa saja yang sudah berkunjung, selamat membaca dan semoga konten webblog ini bisa bermanfaat.

Salam hangat,

Vidya