Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria

Ijin tinggal atau residence permit diperlukan ketika kita hendak tinggal di Austria selama

Beradaptasi dengan Day Care

Kolaborasi Orang tua, anak dan tim di masa awal menitipkan anak di daycare.

Mengenal kuman si biang penyakit

Apa itu patogen? Apa itu virulensi? Apa itu resistensi? Belajar tentang kuman yuk supaya kita tahu bagaimana mencegahnya

Dieser Sommerurlaub war....

abenteuerlich (adventurous)/anregend (stimulating)/ erstaunlich (amazing)/ ermüdend (tiring)/ bedrohlich (threatening

Toilet training untuk anak

Sharing pengalaman yuk bagaimana membuat si kecil supaya mau pergi ke toilet

Thursday 18 March 2021

Penerbangan Panjang bersama Anak Satu Tahun

Bulan September 2015, kami terbang ke Austria. Dengan mempertimbangkan waktu, dana, dsb, kami memilih Qatar Airways menjadi maskapai untuk mencapai negeri kalkun itu. Jadwal keberangkatan sekitar Magrib. Dan perkiraan total perjalanan sekitar 17 jam.

Ini adalah penerbangan panjang pertama anak sulung kami. Waktu itu usianya satu tahun satu bulan. Karena akan lama di dalam pesawat, sebagai mama newbie pastinya saya cari-cari cerita pengalaman yang lain tentang penerbangan panjang dengan anak batita. Banyak pertanyaan di benak. Beberapa ketemu jawabannya sebelum berangkat, beberapa pertanyaan lagi terjawab setelah mengalami sendiri. Hehehe.

Biar tidak keburu lupa, saya mau tuliskan pengalaman saya di sini. Siapa tau bisa bermanfaat di kemudian hari 🤗

Khawatir anak saya akan rewel karena bosan duduk lama

Ini adalah kekhawatiran saya yang pertama. Ternyata, tips nomor satu untuk mengatasi ini adalah pemilihan jadwal terbang. Memang jika perjalanan di pagi, siang, dan sore hari kita akan bisa menikmati pemandangan di luar karena terang. Biasanya juga tidak terlalu melelahkan jika dibandingkan dengan perjalanan malam, di mana kualitas tidur akan berkurang. Tapi bersama dengan anak umur satu tahun, menurut saya dan suami, lebih aman jika perjalanan dilakukan di jam tidur terpanjangnya. Dan ini yang kami pilih. Kami sengaja memilih terbang di malam hari, sehingga dia tidak bosan karena selama penerbangan, dia banyak tertidur sesuai jam biologisnya.

Memperhitungkan durasi perjalanan

Hal kedua yang jadi fokus kami adalah durasi perjalanan. Durasi perjalanan dihitung sejal keluar dari rumah di Indonesia sampai touch down di rumah tujuan. Berhubung rumah kami di Bandung, kami harus memperhitungkan waktu aman untuk tiba di bandara Soekarno Hatta Jakarta tepat waktu. Setelah itu, kami juga harus mempertimbangkan jumlah dan durasi transit saat penerbangan. Durasi transit yang panjang memang menarik, mungkin kita bisa jalan-jalan santai menikmati suasana di negara yang berbeda. Tapi di lain sisi, kami juga harus menyimpan energi yang cukup, mengingat setelah sampai di bandara Austria, kami masih harus menempuh perjalanan sekitar tiga jam dengan mobil. Maka kami putuskan memilih penerbangan dengan waktu transit terpendek. Karena kami naik Qatar Airways malam, transitnya di Hamad International Airport, Qatar. Landing di sana sekitar tengah malam. Anak kami ternyata kebangun ketika transit. Syukurlah dia tidak rewel dan malah menikmati suasana bandara yang meski tengah malam, tapi tetap ramai orang. 

The Lamp-Bear, beruang besar ber-headlamp yang menjadi icon Hamad International Airport


Urusan mengganti diaper selama perjalanan

Saya sempat khawatir juga urusan mengganti diaper selama penerbangan. Sejujurnya, saya orangnya agak phobia berada di ruang sempit dan basah seperti toilet di pesawat dan kereta. Bagaimana saya harus meng-handle phobia ini sambil menggantikan diaper anak, yang mana anaknya masih berumur satu tahun dan tentu sulit diprediksi tingkah lakunya 😅, membuat saya deg-degan.

Secara kebetulan, begitu masuk pesawat, anak kami BAB di diaper jadi saya buru-buru menggantikan diapernya di toilet. Kami mendapatkan prioritas untuk masuk ke pesawat lebih dulu karena membawa batita. Jadi saya punya lebih banyak waktu untuk mengganti diaper-nya sebelum pesawat take off. Sudah jadi kebiasaan, sejak punya bayi, setiap pergi saya selalu menyiapkan kelengkapan ganti diaper dalam satu kantong yang mudah digapai kapanpun diperlukan. Jadi tinggal sat-set. Hehehe. Kayak apa aja. Setelah itu saya memeriksa toiletnya tanpa membawa anak. Anak, saya titipkan ke suami, supaya saya bisa tenang melihat kondisi toilet dan merencanakan strategi terbaik untuk ganti diaper tanpa drama. Hihihi. Karena saya yang pertama masuk, jadi toiletnya masih wangi dan kering. Dan ternyata di dalam toilet ada changing table nya 🤗 Changing table menempel ke dinding, bisa dibuka jika mau digunakan, dan ditutup kembali jika sudah selesai. Masalah ganti diaper tanpa drama solved 🤗

Siapkan baju berlapis untuk anak

Pertanyaan berikutnya adalah, baju seperti apa yang sebaiknya dia pakai selama penerbangan? Kan biasanya dingin di dalam pesawat. Nah, tanpa saya sangka, ternyata di dalam pesawat hangat suhunya, saudara-saudara 😊 Untungnya, sebelumnya sudah browsing-browsing dulu, disarankan persiapan bajunya berlapis saja. Jadi kalau kedinginan bisa ditambah lapisannya, kalau kepanasan gampang dilepas seperlunya. Anak kami di Bandara Jakarta pakai baju tidur bahan kaos lengan panjang. Di dalam bandara karena dingin AC nya, saya pakaikan anak sweater dan kaos kaki. Di dalam pesawat karena hangat, sweater-nya dilepas. Ketika tiba di Austria, waktu itu jam 7 pagi, di bulan Oktober. Masuk musim gugur, dingin anginnya seperti di puncak Dieng kalau di Indonesia. Jadi begitu tiba, di dalam Bandara Vienna Austria masih hangat. Saat keluar, kami sekeluarga langsung merasa perlu pakai lagi sweater dan jaket dengan benar 😅

Perlukah basinet?

Masih berhubungan sama pesawat, perlu nggak sih basinet? Konon, di pesawat rute internasional ada basinet, alias kasur bayi yang bisa dipakai oleh anak umur 0-2 tahun. Basinet di Qatar Airways yang saya tumpangi, ada di barisan kursi ekonomi yang paling depan. Untuk bisa dapetinnya harus check in seawal mungkin di counter. Karena saya pikir akan perlu, jadi kami sengaja check in lebih awal dan akhirnya dapat juga kursi yang ada basinetnya. Kursi barisan depan ini enak, karena space untuk kaki lumayan lebar, anak gegoleran di situ juga bisa (kalau nggak malu 🤭). Basinetnya nempel di dinding depan kursi. Bisa dibuka dan tutup sesuai kebutuhan. Tapi ternyata anak saya nggak bisa tidur di basinet 😅 jadi ya sudah dia tidur dalam pangkuan. Berhubung anak umur satu tahun belum dapat kursi sendiri. 

Bagaimana dengan stroller?

Perlu bawa strollerkah? Pengalaman saya, stroller lumayan membantu. Terutama kalau masuk ke pesawatnya tidak pakai garbarata. Biasanya jalannya lumayan jauh dari pintu ruang tunggu ke pesawat. Stroller ini bisa didaftarkan di counter waktu check in. Seingat saya, stroller tidak dihitung beratnya sebagai bagasi. Jadi setelah check in, stroller bisa tetap dipakai oleh anak sampai ke kabin. Apakah harus stroller cabin size? Kalau ada ya enak, memudahkan, pas masuk pesawat bisa dilipat lalu dimasukkan ke lemari kabin. Tapi kebetulan stroller anak kami bukan cabin size. Praktis dibuka tutup tapi ukurannya agak bulky. Memang waktu belinya nggak kepikiran sampai ke sana. Nah untung awak kabinnya baik semua. Mereka membantu menyimpan stroller anak kami di suatu tempat yang kami nggak tau di mana. Hehe. Waktu transit, stroller tidak ikut turun bersama kami. Untungnya ternyata di Hamad International Airport, ada banyak stroller yang bisa dipinjam secara free untuk berkeliling di dalam bandara.

Anak Kami Duduk di Stroller Milik Airport

Meskipun bawa stroller, saya tetap pakai gendongan. Gendongan adalah pelarian paling handal ketika anak kami mogok duduk di stroller. Waktu itu saya pakai gendongan ringsling karena anak kami masih suka digendong seperti itu.

Tas perlengkapan bayi yang praktis

Tas perlengkapan bayi yang paling ideal buat bepergian menurut saya adalah tas perlengkapan bayi yang bentuknya ransel. Biasanya dalam tasnya ada banyak ruang atau saku sebagai organizer, jadi memudahkan kita waktu perlu sesuatu, gampang ngambilnya karena nggak bercampur satu dan lainnya. Dan karena ransel, memungkinkan distribusi beban yang lebih merata ke badan, jadi lebih terasa ringan dan mencegah resiko cedera bahu. Waktu itu saya belum punya yang seperti ini 😂 kepikiran pun tidak. Rasanya dulu belum hits. Saya masih pakai sling bag klasik yang membuat suami saya gemes karena menurut dia lebih rempong dan kurang trendy. 🤭

Tidak perlu pakai earmuff

Kali ini kami pede tidak memakaikan anak earmuff, meskipun sebetulnya anak kami sudah memiliki earmuff. Earmuff berfungsi untuk melindungi gendang telinga dari suara bising. Hubungannya dengan pesawat, pesawat memiliki baling-baling untuk bisa terbang. Konon, suara baling-baling ini tidak baik untuk bayi. Nah, ternyata baling-baling pesawat komersil sudah diatur sedemikian rupa, sehingga suaranya aman untuk penumpangnya. Suara paling berisik yang bisa didengar penumpang biasanya saat boarding, jika penumpang harus berjalan menuju pintu pesawat tanpa garbarata. Sehingga penumpang akan melewati baling-baling pesawat yang sedang dipanaskan mesinnya. Di dalam kabin pesawat rute internasional, posisi paling dekat dengan baling-baling biasanya di area tengah, dekat sayap. Namun lagi-lagi karena sudah ada aturannya, suara baling-baling pun tidak sampai mengganggu kita orang dewasa, apalagi anak batita, pada saat sedang take off atau landing sekalipun.

Kalau begitu, untuk apa ada earmuff  anak-anak? Earmuff harus dipakai anak-anak ketika berada di lingkungan dengan suara yang sangat kencang dan mengganggu, seperti pada airshow event. Pada saat acara airshow, penonton akan disuguhkan pertunjukan manuver berbagai jenis pesawat, biasanya pesawat tempur dan sejenisnya, yang memang menghasilkan suara yang sangat kencang. Kita saja orang dewasa bisa terganggu, apalagi anak-anak. Sedangkan pesawat komersil, tidak menghasilkan suara yang mengganggu, jadi tidak perlu earmuff maupun bola-bola kapas untuk dimasukan ke telinga anak. Anak saya sendiri malah merasa tidak nyaman di dalam pesawat memakai earmuff. Mending pakai headset yang sudah disediakan di pesawat aja, pakai headset lalu nonton filmnya. 🤗

Apa yang harus dilakukan pada saat take off dan landing?

Pada saat take off dan landing, tekanan di dalam kabin berubah dengan cepat. Udara dalam telinga kita (tepatnya di telinga bagian tengah dan saluran yang menghubungkan telinga dengan mulut dan hidung) sebagai penumpang otomatis akan menyesuaikan dengan kondisi ini untuk menjaga keseimbangan tubuh. Biasanya kita akan merasakan efek seperti ada yang meletup di telinga kita. Lalu pendengaran berkurang seiring dengan naiknya ketinggian pesawat, dan kembali lagi ketika pesawat mulai turun. Batita pun sama, pasti juga merasakan ketidaknyamanan tersebut. Untuk mengurangi ketidaknyamanan di telinga saat take off dan landing, kita dan anak jika sudah agak besar bisa sambil menelan ludah atau menghisap permen.

Jika batita kita masih menyusui, sebaiknya anak disusui ketika take off dan landing. Gerakan lidahnya menelan ASI saat menyusui, dapat mengurangi rasa tidak nyaman di telinganya. Tapi jika batita sudah disapih, bisa diberikan minuman dalam botol bersedotan supaya tidak tumpah.

Anak usia tiga tahun ke bawah belum disarankan menghisap permen, karena aktivitasnya sering tidak terduga, beresiko menyebabkan tersedak.

Lalu bagaimana kalau anaknya tidur, apa perlu dibangunkan untuk menyusui? Menurut saya sih tidak perlu, ya. Justru bagus kalau anaknya bisa tidur dengan nyenyak. Cukup segera disusui jika saat take off dan landing dia terbangun.

Persiapan bekal makanan si kecil

Bekal makanan untuk si kecil juga saya pikirkan. Memang penumpang juga mendapatkan jatah makan di pesawat. Waktu itu kami dapat dua kali makan. Tentu saja saya tetap membawa bekal makanan kesukaannya sih, untuk berjaga-jaga jikalau dia tidak cocok dengan makanan yang dihidangkan. Saya membawa bekal makanan kesukaannya yang memungkinkan untuk dibawa, seperti pisang dan roti.

Mainan kesayangan

Meskipun perjalanan malam, amunisi mainan tetap dibawa. Seperti yang sudah saya ceritakan, anak seusia ini belum bisa ditebak 😅 Jadi untuk berjaga-jaga, saya tetap bawakan mainan kesayangannya, yang memungkinkan untuk dibawa. Waktu itu dia bawa boneka kucing.

Wah ternyata panjang juga ya ceritanya. Seru juga mengingat-ingat pengalaman itu. Semoga bisa bermanfaat ya 😁


<<< Cerita sebelumnya

Mengajukan Visa Schengen untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria.

Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria,


Cerita berikutnya >>>

Tinggal di Luar Negeri, Alasan Memasukkan Anak ke Playgroup

Playgroup di Leoben, Austria



Share:

Disclaimer

Dear reader, Nothing is perfect, demikian juga konten di blog ini. Oleh karena itu, terimakasih untuk komentar, sharing, saran, kritik dan untuk kunjungannya ke blog saya, yang walaupun imperfect namun semoga bermanfaat. ♥ vidya ♥

Labels

Drop me a message

Name

Email *

Message *

Recent Posts

About me

Empat tahun mengenyam pendidikan S1 Sekolah Farmasi, saya melanjutkan Pendidikan Profesi Apoteker satu tahun. Alhamdulillah semuanya dilancarkan dan saya berkesempatan berkarya di dunia industri kosmetik setelah saya lulus Pendidikan Profesi. Tiga tahun berkiprah di dunia itu, saya memutuskan berhenti sementara dari dunia karir demi berkumpul dengan keluarga kecil di Leoben, Austria

Saya mengenal blog semenjak kuliah profesi. Saya memiliki blog pribadi dan bergabung menjadi author di www.apotekerbercerita.com. Sebelumnya saya hanya menumpahkan isi pikiran di diary. Namun saya baru menyadari kecintaan menulis justru setelah berada di Austria. Dengan menulis saya banyak membaca dan belajar, mengingat, belajar berkomunikasi, belajar bertanggung jawab dan akhirnya saya mengijinkan diri saya sedikit berbangga dan bahagia meskipun mungkin menurut orang itu biasa saja hihi. Saya merasa ada yang terobati setiap bisa menyelesaikan satu judul tulisan. Maka saya pikir tidak ada alasan untuk berhenti menulis.

Terimakasih kepada siapa saja yang sudah berkunjung, selamat membaca dan semoga konten webblog ini bisa bermanfaat.

Salam hangat,

Vidya