Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria

Ijin tinggal atau residence permit diperlukan ketika kita hendak tinggal di Austria selama

Beradaptasi dengan Day Care

Kolaborasi Orang tua, anak dan tim di masa awal menitipkan anak di daycare.

Mengenal kuman si biang penyakit

Apa itu patogen? Apa itu virulensi? Apa itu resistensi? Belajar tentang kuman yuk supaya kita tahu bagaimana mencegahnya

Dieser Sommerurlaub war....

abenteuerlich (adventurous)/anregend (stimulating)/ erstaunlich (amazing)/ ermüdend (tiring)/ bedrohlich (threatening

Toilet training untuk anak

Sharing pengalaman yuk bagaimana membuat si kecil supaya mau pergi ke toilet

Thursday 8 January 2015

Pengalaman Pertama Hamil dan Melahirkan =)

Saya dan suami sedang LDR ketika test pack pertama kali bergaris dua. Saya bekerja di Tangerang, suami saya di Bandung. Bahagia sekali ketika dua garis itu akhirnya muncul juga, merah dan nyata. Rasanya seperti dipercaya untuk menerima amanah besar ini, saya akan menjadi orang tua. Hari itu hari Rabu, mood saya di kantor bahagia sepanjang hari. Hihi. Setelah kenyang bahagia, barulah saya mulai bingung, selanjutnya saya harus ngapain? Hahahaa.. maklum.. belum pernah punya pengalaman. Dari teman sekantor saya yang rata-rata ibu-ibu, barulah saya tau, saya perlu cek ke dokter :-)
Seperti biasa, Jumat sore saya dan beberapa teman sekantor hijrah ke Bandung. Istilah ngetrend-nya waktu itu "PJKA" (Pulang Jumat, Kembali Ahad). Saya dan suami memilih RSIA Hermina Pasteur untuk mengecek kehamilan saya. Tidak ada alasan khusus selain RS tersebut yang paling familiar bagi kami. Sebelumnya saya sudah hunting testimoni dokter terlebih dulu di internet. Saya ingin memilih dokter kandungan perempuan yang ramah, pro kelahiran normal, dan tidak pelit ilmu. Dari hasil hunting testimoni di internet, pilihan saya jatuh pada dokter Anna Fachruriah. Kebetulan jadwal prakteknya pas dengan waktu luang kami.
Kunjungan ke dokter Anna yang pertama kali memberikan kesan yang sangaaaat positif. Beliau keibuan sekali, ramah, baik, mau menjelaskan sesuatu dengan detail, dan terbuka untuk sesi konsultasi meskipun pasiennya teramat sangat banyak sekali. Sebetulnya ini juga yang jadi kekurangannya, karena pasiennya terlalu banyak, antrinya bisa berjam-jam kalau tidak datang lebih awal. Pun jauh hari sebelumnya harus sudah melakukan pendaftaran dulu. Pada kunjungan yang pertama ini hasil USG dalam rahim baru kantong yang tampak. Usianya 6 week :)
image
Setiap bulan saya rutin memeriksakan kandungan ke dokter Anna. Pernah beberapa kali saya tidak kebagian dokter Anna. Akhirnya mau tidak mau kontrol ke dokter yang lain. Sempat ganti beberapa dokter juga, selain karena tidak kebagian dokter Anna, juga karena kurang 'sreg' dengan dokter yang selain dokter Anna tersebut.
Setelah kandungan memasuki trimester ketiga, saya akhirnya memutuskan berhenti dari tempat saya bekerja. Sebetulnya di awal-awal kehamilan pun sempat terbesit keinginan untuk resign. Akan tetapi saya merasa belum ada alasan yang benar-benar membuat saya harus berhenti. Sampai akhirnya kandungan memasuki usia tujuh bulan, saya sering merasakan kontraksi. Rasanya seperti kram di perut. Mungkin rutinitas pekerjaan dan aktivitas PJKA, hehe, membuat saya terlalu lelah. Akhirnya saya resmi berhenti bekerja setelah usia kandungan delapan bulan. Saya pindah ke Bandung, tinggal bersama suami. 
Begitu saya tinggal di Bandung, aktivitas berat belum selesai. Karena saya dan suami harus mengurusi lagi pindah rumah lagi. Waktu itu bertepatan dengan bulan Ramadhan. Di rumah baru hanya dua minggu, sudah waktunya mudik lebaran. Rumah masih super duper berantakan. Barang-barang belum sempat seluruhnya di-unpack. Apa boleh buat, kami sudah beli tiket kereta mudik dari tiga bulan sebelumnya. Kamis malam pun kami berangkat ke Jogja. Tujuan mudik kami adalah ke Wonosobo, rumah orang tua saya. Ohya sebelum mudik saya sempat kontrol dulu. Kali ini saya sengaja tidak ke dokter Anna, tapi ke dokter yang bulan lalu meminta saya cek lab. Saya pikir-pikir lebih baik meneruskan dokter yang ini daripada ganti lagi. Eh ternyata dokternya mendadak tidak bisa praktek di hari itu. Maka saya pindah dokter baru lagi. Saya pilih dokter Fitria (gambling). Saya pasien pertama nya di hari itu tetapi tetap harus menunggu karena dokter Fitria sedang menangani sc. Sambil menunggu saya hunting testimoni lagi di internet melalui ponsel. Intinya responnya positif, katanya dokter Fitria orangnya cantik dan komunikatif. Lalu nama saya dipanggil. Oke, mari kita buktikan. Masuk ruangannya, dan ternyata betul dokter Fitria cantik banget.. masih muda dan fresh. Orangnya komunikatif memang. Seperti dokter Anna tapi versi mudanya. Ahh.. kenapa ga dari dulu ke dokter Fitria.. sekalinya dapat yang pas udah mau mudik.
Di Wonosobo, setelah lebaran aktivitas kami selanjutnya adalah hunting tempat bersalin. Di Wonosobo ada beberapa rumah sakit kelas A (umum), satu rumah sakit ibu dan anak, serta satu klinik bersalin. Sudah menjadi keinginan saya dari awal melahirkan di rumah sakit yang memfasilitasi Inisiasi Menyusui Dini (IMD), rooming in (bayi langsung sekamar dengan ibunya setelahdilahirkan), dan dengan suasana homey sehingga rasanya seperti ada di rumah, bukan di rumah sakit. Bahagianya saya ternyata di sana ada satu klinik bersalin yang memenuhi kriteria ini. Maka setelah lebaran saya rutin kontrol kondisi janin di klinik itu.
image
Seminggu setelah lebaran, yaitu saat usia kandungan sudah memasuki week 37, perkiraan berat badan janin kami di USG turun. Sedih sekali, karena turunnya terjun bebas dari 2.2 kg menjadi 1.89 kg. Hari Perkiraan Lahir (HPL) tinggal tiga minggu lagi, berat janin malah turun sampai kurang dari 2 kg.  Kemudian es krim pun saya babat. Tidak pernah terlewat menu satu stick eskrim Magnum atau Feast setiap hari. Sehari saya makan nasi empat kali, pagi, menjelang zuhur, setelah ashar, dan sesudah isya. Jadwal kontrol saya sudah seminggu sekali waktu itu. Tiap kali kontrol di-USG perkiraan berat badan janin naik tapi tidak signifikan. Padahal porsi makan saya sudah kuli :( Pada week 39 jalan 40, perkiraan berat janin masih 2,2 kg (targetnya bayi lahir 2,5 - 3 kg). Secara usia kandungan, anak saya sudah boleh lahir. Tetapi secara berat masih kurang dari berat normal bayi lahir. Namun air ketuban sudah sedikit. Akhirnya saya pasrah. Saya berdoa kepada Allah, saya ikhlas, jika memang baik mohon agar bisa lahir ditemani oleh suami saya (setelah lebaran, saya dan suami kembali LDR, kali ini Bandung - Wonosobo). Meskipun perkiraan beratnya kurang, saya tetap optimis. Mungkin kalau beratnya kecil lebih gampang keluarnya. hehehe. Toh kalau sudah lahir bisa dibesarkan di luar. Yang penting "waras selamet" (sehat dan selamat).
Di lain sisi, kerabat, tetangga, sudah  ikut menanti-nanti kelahiran si jabang bayi. Saya juga jadi semakin ingin cepat menggendong bayi saya. Memasuki week 40, calon dede bayi pun sering saya ajak bicara, "Aqila lahirnya pas ada Ayah aja ya.. Ayah ada pas hari Sabtu atau Minggu." Kebetulan kontrol terakhir (ketika divonis berat janin masih 2.2 kg dan ketuban kurang) adalah di hari Sabtu. Saya bisa kontrol ditemani suami. Saat ayahnya datang, saya katakan ini kepada calon debay,"Aqila, ayah sudah datang nih.. boleh ya kalau lahir hari ini atau besok.. Senin ayah ke Bandung lagi.."
Super duper ajaib, Sabtu siang tanggal 23 Agustus 2014 sepulang dari kontrol, kontraksi yang ditunggu pun datang. Waktu itu sih saya tidak tau kalau itu kontraksi kelahiran, hanya ada terasa kontraksi yang berbeda dari biasa, terus menerus tapi pelan dan tidak menyakitkan. Malam harinya, kontraksi itu masih juga terasa, lebih menyakitkan. Saya jadi semakin curiga, mungkin ini tanda-tanda kelahiran. Saya ingat-ingat pesan ibu, kakak, sahabat, kerabat, dan literatur jika kontraksi sudah per 3 menit maka harus segera ke dokter. Kemudian saya putuskan untuk mencatat frekuensi dan durasi kontraksi dengan stopwatch di ponsel saya. Di samping kiri saya suami yang tertidur lelap karena kelelahan perjalanan dari Bandung, saya berbaring sambil sesekali menahan sakitnya kontraksi, di samping kanan saya ada hp saya yang stand by stop watch nya, note, dan pulpen. Setiap kontraksi datang, saya catat jam mulai dan berhentinya. Hingga tengah malam, saya tidak bisa tidur karena sibuk mencatat kontraksi dan gelisah, hehe. Kontraksi demi kontraksi datang, saya catat, hitung, hingga di tengah malam kontraksi itu sudah datang tiap 3 menit sebanyak 3 kali berturut-turut. Kontraksinya terasa seperti ada sesuatu sedang berusaha memasuki lorong sempit di dalam sana. Oke, jiwa sok tau saya mengatakan ini betul tanda kelahiran. Tebak setelah itu apa yang saya lakukan? Saya pergi makan. Hahahaa... saya khawatir besok pagi sudah tidak ada napsu untuk makan, tapi saya yakin melahirkan pasti butuh tenaga ekstra, makanya saya langsung isi bensin dulu untuk persiapan mengejan. Saat saya keluar kamar, ternyata keponakan saya yang berumur 3 bulan sedang rewel di kamarnya. Ibu dan kakak saya ada di kamarnya sedang berusaha menenangkan. Selesai makan, setiap kontraksi datang saya sudah mulai meringis kesakitan. Mereka menyadari ringis saya, lalu bertanya, "kamu kenapa?" Saya jawab, "sakitnya udah tiap 3 menit, hehe". Sontak ibu langsung menelepon ayah yang sedang dinas malam, agar pulang dan mengantar saya ke klinik.
Pukul dua pagi saya, suami, ibu, dan ayah sudah berada di klinik. Saya masuk ke ruang pemeriksaan, langsung diperiksa oleh bidan Norma, teman seangkatan saya waktu SMP. Hahaha rasanya santai sekali diperiksa teman sendiri. Katanya sudah pembukaan 1. Barang bawaan berupa tas yang isinya perlengkapan saya dan bayi pun segera diturunkan dari mobil. Perlengkapan ini sudah saya packing sejak usia kehamilan 33 minggu. Setelah check in kamar, bidan Norma memberi saya setengah tablet yang katanya untuk memacu kontraksi, dan nasehat agar saya segera tidur selagi bisa. Setelah minum tabletnya saya pun ke kamar mandi, kemudian berbaring tapi tidak bisa tidur. Rasanya nano nano. Hehe. Sekitar setelah azan subuh kontraksi itu semakin kuat, saya sudah sempoyongan ketika berdiri. Ke toilet pun sambil meraba-raba tembok dan memeluk ibu saya. Saya pun buru-buru berbaring lagi. Pukul 5 pagi bidan yang berbeda datang, sudah pembukaan 2. Bidan menyarankan saya miring ke kiri supaya proses pembukaannya lebih cepat dan mengurangi resiko pecah pembuluh di tulang belakang, yang ternyata membuat kontraksi terasa lebih sakit, hiks hiks. Sejak pukul tiga dini hari, setiap kontraksi datang saya tarik napas dalam-dalam sambil meyakinkan diri saya bahwa sakit kontraksi yang terasa adalah proses alamiah karena saat yang sama jalan lahir sedang menipis dan bayi mendorongkan kepalanya ke arah luar secara perlahan. Saat kontraksi datang pula, suami saya dengan sigap mengompress pinggang dan punggung saya dengan air hangat, memang saya yang minta, dan saya bersyukur suami saya mau melakukannya dengan tulus :) Tiga hal itu yang saya akui bisa mengurangi rasa sakit saat kontraksi datang. Setelah kontraksi mereda, buru-buru suami saya mengelap punggung saya yang basah saat diseka air hangat agar tidak sampai kedinginan dan kembung. Ibu saya stand by memanggilkan bidan sewaktu-waktu saya meminta. Pukul tujuh pagi bidan datang meminta bedong, kupluk, popok kain, baju bayi, selendang, dan baju saya untuk di bawa ke ruang melahirkan. Bidan juga sambil mengecek pembukaan masih juga 2. Bidan sesekali datang setelah itu untuk mengecek dan mengingatkan jika saat kontraksi datang sudah mulai terasa seperti ingin pup, segera memanggilnya, dia pun keluar. Bentuk saya sudah tidak jelas rasanya waktu itu, ingin sekali teriak bidan kenapa ngga stand by di sini aja sih. Tapi sudah tidak mampu dan tidak sempat mengucapkannya karena kontraksi datang sering sekali. Tak lama setelah bidan keluar kamar, saya mulai merasakan itu. Ibu saya langsung keluar mencari bidan tadi. Bidan datang, mengecek pembukaan, ternyata sudah bukaan 5. Saya langsung dibawa ke ruang melahirkan di lantai basement (2 lantai di bawah kamar saya) menggunakan kursi roda. Selama menuju ruang melahirkan saya sudah tidak bisa memperhatikan lingkungan sekitar. Sudah berkunang-kunang. Tiap kontraksi datang, saya remas kuat-kuat si pegangan kursi roda. Kontraksi berhenti, tinggallah lemas. Hehe, perjuangan. Di ruang melahirkan, saya masih bisa pindah sendiri dari kursi roda ke kasur melahirkan. Saya diminta berbaring menghadap ke kiri lagi. Di ruang ini suami saya sudah tak bisa lagi menyeka air hangat ke punggung saya untuk mengurangi sakit saat kontraksi. Sebagai gantinya ayah saya yang baru datang mengusap-usap punggung saya dengan kencang saat kontraksi, ini ternyata ampuh juga mengurangi rasa sakit, karena gesekannya menghasilkan panas di kulit. Satu jam kemudian, dokter pun datang, sebelumnya saya bersama bidan dua orang. Setelah bidan mengkode, dokter pun meminta hanya satu orang yang menemani. Ternyata saat itu sudah pembukaan lengkap. Saya langsung meminta suami saya yang menemani. Di saat yang sama, ternyata suami juga menjawab, "saya saja dok". Iniiii so sweet sekali, suami saya yang takut sama darah dan tindakan medis dengan sigapnya meminta ada terus di sisi istrinya sampai proses melahirkan ini selesai. Tidak ada perasaan lain detik itu selain senang dan tenang. Hihi. Orang tua saya keluar ruangan, lalu saya diminta berbaring telentang, lutut ditekuk, posisi melahirkan. Saya diminta mengejan sekuatnya ketika merasakan kontraksi yang paling kuat. Begitu merasakannya, saya mengejan kuat-kuat tapi katanya yang saya lakukan bukan mengejan. Hahahaha... entahlah saya sendiri tidak pernah mengejan dalam sehari-harinya. Saya coba lagi mengejan gaya lain. Masih salah. Heheheh. Coba sekali lagi, betul... tapi kurang kuat. Kata dokter, bidan, dan suami kepalanya sudah nongol sedikit tapi masuk lagi karena kurang kuat mengejan. Oke, saya jadi makin semangat membayangkan sebentar lagi ini semua selesai dan saya akan menimang bayi yang selama ini lucu di kandungan. Mengejan lagi... dan akhirnya dokter dan bidan berkata, "udah.. cukup.." Di saat yang sama suami mengusap kepala saya dan mengecup kening saya. Saya langsung berpikir bahwa anak saya pasti sudah lahir. Saya lirik ke arah dokter dan bidan, mereka sedang mengangkat seorang bayi, masih basah, tangan dan kakinya bergerak-gerak. Beberapa saat kemudian dia menangis. Alhamdulillah.... saya menarik napas dan mengucap syukur sedalam dalamnya. Apalagi kemudian dokter memberitau bayi saya perempuan.. sempurna.. semuanya bagus..


Alhamdulillah... insyaallah akan selalu kami jaga amanah ini. Semoga kelak dia menjadi anak yang solehah, sehat, lucu, pintar, mulia, beruntung, serta cantik jasmani, akhlak dan lisannya. Selamat datang ke dunia anakku... :)
Share:

Disclaimer

Dear reader, Nothing is perfect, demikian juga konten di blog ini. Oleh karena itu, terimakasih untuk komentar, sharing, saran, kritik dan untuk kunjungannya ke blog saya, yang walaupun imperfect namun semoga bermanfaat. ♥ vidya ♥

Labels

Drop me a message

Name

Email *

Message *

Recent Posts

About me

Empat tahun mengenyam pendidikan S1 Sekolah Farmasi, saya melanjutkan Pendidikan Profesi Apoteker satu tahun. Alhamdulillah semuanya dilancarkan dan saya berkesempatan berkarya di dunia industri kosmetik setelah saya lulus Pendidikan Profesi. Tiga tahun berkiprah di dunia itu, saya memutuskan berhenti sementara dari dunia karir demi berkumpul dengan keluarga kecil di Leoben, Austria

Saya mengenal blog semenjak kuliah profesi. Saya memiliki blog pribadi dan bergabung menjadi author di www.apotekerbercerita.com. Sebelumnya saya hanya menumpahkan isi pikiran di diary. Namun saya baru menyadari kecintaan menulis justru setelah berada di Austria. Dengan menulis saya banyak membaca dan belajar, mengingat, belajar berkomunikasi, belajar bertanggung jawab dan akhirnya saya mengijinkan diri saya sedikit berbangga dan bahagia meskipun mungkin menurut orang itu biasa saja hihi. Saya merasa ada yang terobati setiap bisa menyelesaikan satu judul tulisan. Maka saya pikir tidak ada alasan untuk berhenti menulis.

Terimakasih kepada siapa saja yang sudah berkunjung, selamat membaca dan semoga konten webblog ini bisa bermanfaat.

Salam hangat,

Vidya