Beberapa hari yang lalu di-telepon, ibu saya tiba-tiba menanyakan “Dek, pete itu kandungannya apa aja ya??” Hehehe random ya pertanyaannya. Hihi, iya ibu saya memang sesekali suka menanyakan pertanyaan-pertanyaan random yang ingin dijawab dengan serius, ilmiah. “Tolong ya dek, kirimin di whatsapp, kandungannya pete apa aja, trus sama efek sampingnya juga. Soalnya ibu denger dari mbak I, katanya pete bisa ngobatin benjolan sama hipertensi. Jadi ibu penasaran. Tolong ya dek cepetan.” Jadi, mbak I itu adalah sepupu saya yang notabene seorang pengusaha pete. Okelah tulisan kali ini saya persembahkan untuk ibu yang penasaran, suami yang penikmat pete, sepupu yang pengusaha pete, dan siapapun yang suka dengan biji hijau royo-royo ini ..
Petai, dalam bahasa latin disebut Parkia speciosa Hassk., adalah tanaman yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia, Malaysia, dan Singapura disebut petai atau pete, di Thailand sataw/ sator/ sadtor, u'pang di Filipina, dalam bahasa Inggris disebut stink bean.
Selama tinggal di Austria, saya belum pernah menemukan pete di supermarket. Hehe. Tapi di toko Asia, hampir selalu ada di dalam freezer (beku). Saya sendiri bukan penikmat pete, suami saya pecinta berat. Alhamduliillah, harga pete di sini sangat melambung, udah gitu toko Asianya ada di kota sebelah. Sirna sudah hasrat suami untuk belanja pete dari toko Asia. Yeayyy #eh.
Kebanyakan dari kita pasti tau biji petai dan kulitnya seperti apa, apalagi aromanya yang khas. Tapi mungkin tidak semua orang tau kalau pohonnya bisa tumbuh hingga 40 m tingginya. Menjulang.. baik akar, batang, kulit hingga bijinya (bagian yang dimakan) mengandung senyawa yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh, tetapi paling banyak memang berada di bijinya. Pernah dengar dari kawan, tetangga, atau majalah yang menyebutkan bahwa petai digunakan untuk terapi hipertensi, diabetes, cacingan, dan masalah ginjal (secara tradisional)? Pernah penasaran petai serius bisa nyembuhin penyakit dan kelainan tersebut? Kalau iya, pas banget karena alinea-alinea berikutnya akan membahas tentang ini. Kalau belum, semoga sekarang jadi penasaran (biar tetap dibaca.. hehehe).
Petai Kaya Nutrisi
Ternyata, petai memang mengandung banyak nutrisi dan senyawa kimia yang bermanfaat. Nutrisi yang terkandung dalam biji petai di antaranya protein, lemak, karbohidrat, mineral (banyak sekali jenisnya), dan vitamin (vitamin C, thiamin/ vitamin B1, dan alfa tocoferol/ vitamin E). Komposisinya bisa di lihat pada gambar tabel berikut :
Nilai yang tertera pada tabel adalah hasil penelitian terhadap sampel petai yang dipanen dari Batang Kali Selangor Malaysia tahun 2013. Nilai yang tertera kurang lebih hanya sebagai gambaran, nilainya tidak akan persis sama untuk setiap petai yang dipanen di belahan bumi manapun karena tentu kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh si pohon petai juga berpengaruh pada hasilnya. Namun jenis nutrisi yang terkandung kurang lebih akan sama.
Petai juga Mengandung Berbagai Senyawa Kimia Potensial
Hampir semua senyawa kimia penting terdapat pada bijinya. Senyawa kimia potensial yang terkandung dalam petai di antaranya tannin (dalam konsentrasi tinggi. Selain pada biji juga terdapat pada kulitnya yang tebal), terpenoid, thiazolidine-4-carboxylic acid, flavonoid, alkaloid, polisulfida siklik, dan satu lagi yang paling menarik penamaannya djenkolic acid.
Terpenoid Membawa Efek Antihiperglikemia, Antikanker, dan Antinociceptive
Senyawa terpenoid yang terdeteksi ada pada petai meliputi β-sitosterol, stigmasterol, lupeol, campesterol, dan squalene. β-sitosterol dan stigmasterol adalah senyawa kimia yang memiliki aktivitas antihiperglikemia (menurunkan kadar gula darah). Lupeol memiliki aktivitas sebagai antikanker, antinociceptive (mengurangi rasa nyeri), dan anti inflamasi.
Tioproline turut serta Melawan Kanker
Tioproline adalah senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antikanker. Lagi-lagi antikanker. Senyawa tiopriline yang terdapat pada biji petai adalah tioprthiazolidine-4-carboxylic acid.
Petai juga Mengandung Flavonoid yang Memberikan Efek Antioksidan
Antioksidan dalam tubuh berperan untuk melawan stress oksidatif. Stress oksidatif merupakan kondisi tidak ideal yang terjadi pada sel tubuh, salah satunya proses detoksifikasi yang tidak sempurna. Stress oksidatif juga berperan pada banyak kondisi abnormal tubuh seperti tekanan darah tinggi, kanker, hiperbilirubinemia, ateroskeloris, diabetes, dan sebagainya. Rajin mengonsumsi makanan kaya flavonoid sama artinya dengan mencegah stress oksidatif terjadi pada sel tubuh kita, membantu menghindarkan kita dari berbagai macam penyakit.
Polisulfida siklik dalam Petai Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Polisukfida siklik yang terkandung di dalam petai ada yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri, yaitu hexathionine dan trithiolane. Berdasarkan hasil penelitian, kandungan tersebut dalam petai memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram negatif seperti Helicobacter pylori, Escherichia coli, Aeromonas hydrophila, Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Streptococcus anginosus, dan Vibrio parahaemolyticus. Tetapi tidak efektif menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium, Salmonella typhi, Shigella sonnei, Citrobacter freundii, Edwardsiella tarda, Vibrio alginolyticus, dan Vibrio vulnificus.
=======
Hmm, banyak juga ya senyawa obat yang dikandungnya. Apakah betul-betul bisa digunakan langsung untuk terapi? Sejauh ini saya belum menemukan data ilmiah terapi dengan petai untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu pada manusia. Informasi di atas diperoleh dari jurnal ilmiah yang penelitiannya dilakukan dengan menguji ekstrak petai (dalam berbagai jenis pelarut) terhadap binatang dan mikroba. Sementara untuk terapi pada manusia petai baru dilakukan secara tradisional dan belum terstandar.
Kita tentu harus ingat bahwa efikasi dalam mengobati penyakit atau kelainan tertentu salah satunya dipengaruhi oleh dosis. Berapa banyak petai yang diperlukan untuk bisa memberikan efek-efek tersebut? Apakah bila mengonsumsi petai dalam jumlah banyak sekaligus berharap salah satu efek bisa tercapai, apakah akan aman karena petai juga mengandung senyawa lain yang efeknya berbeda? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu hanya bisa dijawab dengan baik setelah melalui riset.
Yang pasti, petai memiliki potensi untuk bisa dikembangkan sebagai obat herbal terstandar, misalnya dengan diekstrak dan dipisah-pisahkan komponennya berdasarkan efeknya masing-masing, lalu diproduksi menjadi sediaan obat atau suplemen (misal dalam kapsul) yang memiliki dosis tertentu, teruji efek dan keamanannya. Ini adalah ranah ahli botani, farmasis bahan alam, industri obat, dan dokter.
Nah, hal yang lebih umum dari konsumsi petai adalah untuk kuliner, ya kan. Kebanyakan orang menghindari memakan petai karena “aroma khas”-nya yang sangat kuat. Sebagiannya justru menikmatinya. Yang berikut ini penting diketahui oleh para penikmat petai, efek samping yang bisa muncul...
Senyawa Polisulfida Siklik dalam Petai Bertanggung Jawab terhadap Aroma dan Rasa Khasnya yang Kuat
Polisulfida siklik selain memiliki efek antibakteri, juga merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aroma dan rasa khasnya yang kuat. Polisulfida siklik yang terkandung di dalam petai yang dimaksud adalah hexathionine, trithiolane, tetrathiane, pentathiopane, pentathiocane, dan tetrathiepane. Aroma dan rasa yang long last di mulut dan urin ini ya yang biasanya membuat orang tidak suka memakan petai, dan "menjaga hidung" sementara dari orang lain seusai memakannya. Hehe.
Tannin dalam Petai dapat Menghambat Proses Pencernaan Protein dan Asam Amino
Dibandingkan dengan sayur dan buah yang lain, petai mengandung tannin dengan konsentrasi tinggi. Tannin dapat menghambat proses pencernaan protein dan asam amino. Oleh karena itu, anak-anak tidak disarankan mengonsumsi petai karena absorpsi protein penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya.
Petai Menganung Djenkolic Acid, Senyawa yang... Toksik!
Petai juga mengandung senyawa yang namanya nyentrik, yaitu djenkolic acid. Djenkolic acid dapat mengkristal di dalam saluran kemih dan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan sumbatan pada saluran kemih atau cedera ginjal akut. Djenkolic acid juga banyak terkandung dalam biji jengkol. Apakah memang karena itu dinamakan djenkolic acid? Hmm mungkin saja...
Djenkolic acid ini bisa berkurang kadarnya kalau direbus dulu sebelum dikonsumsi. Jadi, untuk menghindari efek samping dari makan petai pada ginjal, maka sebaiknya jangan dimakan mentah begitu saja, tetapi direbus dulu, dimasak, dan selalu ingat minum air putih yang banyak setelah makan petai. By the way.. setelah direbus, tentu ada beberapa senyawa larut air yang akan ikut hilang ya.. jadi mungkin saja manfaatnya akan berkurang. Paling tidak, kita mengurangi satu resiko berat pada saluran kemih dan ginjal kita. (kita? Saya kan ga makan petai. Hahaha)
====
Saya belum menemukan data ilmiah mengenai berapa rekomendasi maksimum konsumsi petai yang disarankan. Jadi menurut saya ya kembali lagi.. selama ginjal masih sehat, makan petai tidak berlebihan insya Allah aman-aman saja itupun sebaiknya direbus dulu dan disudahi dengan minum air putih yang banyak.. mm juga hargai orang lain yang tidak kuat dengan aroma nya. Hehehe.. Ngomong-ngomong berlebihan, memangnya berapa berlebihannya, itu dia yang masing-masing orang akan berbeda. Yang penting kenali dan perhatikan tanda-tanda efek samping yang muncul ya..
Featured image : Petai
Baca juga :
0 comments:
Post a Comment